in

Sampah Metropolitan Kian Menggunung, Dewan Tawarkan Solusi Ini

SEMARANG (jatengtoday.com) – Semarang sebagai kota metropolitan memproduksi sampah 1.200 ton setiap tahun. Kondisi ini menjadi permasalahan yang tidak bisa dianggap enteng apabila tidak diikuti dengan terobosan pengelolaan sampah secara efektif.

Ketika pertumbuhan penduduk semakin pesat, maka dipastikan sampah kian menggunung. Tentu saja hal itu memperpendek umur Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang akibat overload.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang, Supriyadi mengakui kondisi tersebut. Pihaknya juga sedang membuat kajian tentang implementasi sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Tujuannya agar produksi sampah di Ibu Kota Jawa Tengah ini bisa dikendalikan.

“Ini menjadi persoalan penting. Kajian perlu dilakukan untuk menemukan formula pengelolaan sampah secara efektif. Pengelolaan sampah tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah saja. Tetapi juga perlu melibatkan masyarakat,” katanya, Kamis (8/8/2019).

Dikatakannya, selama ini pengelolaan sampah cenderung sebatas dikumpulkan di Tempat Pembuangan Sementara (TPS), kemudian dikirim ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang. Setiap tahunnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Beberapa tahun lalu, produksi sampah yang masuk TPA Jatibatang di kisaran 800 hingga 1.000 ton. “Tahun ini mencapai sekitar 1.200 ton,” katanya.

Daur ulang sampah sejauh ini telah dilakukan, namun jumlahnya belum signifikan dibanding produksi sampah setiap tahunnya. Masih banyak bagian-bagian dari sampah yang bisa dimanfaatkan dan diolah hingga bernilai ekonomis. “Misalnya daur ulang sampah menjadi pupuk organik. Sedangkan sampah anorganik bisa didaur ulang menjadi produk kerajinan,” katanya.

Lebih lanjut, pengelolaan sampah ini menjadi persoalan yang perlu mendapat perhatian serius. Bagaimana agar Pemkot Semarang mampu menerapkan sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Selain untuk memperpanjang usia TPA Jatibarang, juga banyak manfaat yang bisa membawa dampak kesejahteraan masyarakat. “Jika tidak dilakukan, kapasitas TPA Jatibarang semakin overload. Sampah yang terus bertambah harus dibarengi pengelolaan secara maksimal dan efektif,” katanya.

Di TPA Jatibarang, sampah organik masih mendominasi yakni kurang lebih 60 persen. Sisanya sampah plastik dan anorganik. Menurutnya, sampah terus meningkat karena pertumbuhan penduduk di Kota Semarang sebagai kota besar semakin pesat. “Kota Semarang tidak hanya dihuni oleh warga asli Semarang, tapi juga banyak pendatang,” katanya.

Guna mengurangi penumpukan sampah, pemerintah juga dalam proses pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa), pengolahan Gas Metana TPA Jatibarang Semarang. Pembangunan PLTSa tersebut dibangun di atas lahan seluas 9 hektare dengan menggunakan bantuan hibah dari Pemerintah Denmark senilai Rp 45 miliar. Pemkot Semarang bertanggungjawab dalam pembebasan lahan dengan nilai Rp 9 miliar.
Selain itu, di area tersebut juga dibangun gas zona baru yang merupakan bantuan dari Kementerian PUPR senilai Rp 18 miliar. Di samping PLTSa Gas Metana, DLH juga akan membangun satu PLTSa baru dengan teknologi insenerator berkapasitas 12 megawatt.

Pengelolaan kedua PLTSa tersebut diserahkan ke holding company BUMD milik Pemkot Semarang yakni PT Bumi Pandanaran Sejahtera. Sedangkan penjualan listriknya diserahkan ke PLN. Selain berguna untuk mengurangi jumlah sampah, juga bisa membantu memenuhi kebutuhan listrik bagi warga sekitar. Proyek ini ditargetkan 2019 ini telah dioperasikan. (*)

editor : ricky fitriyanto