in

Prihatin atas Polemik Unnes, Sejumlah Profesor Keluarkan Seruan Moral

SEMARANG (jatengtoday.com) – Sejumlah profesor Universitas Negeri Semarang (Unnes) merasa resah dan tidak nyaman atas polemik di kampus itu yang dinilai tidak diselesaikan dengan baik. Hal itu mengakibatkan kondisi civitas akademik di Unnes tidak kondusif.

Polemik paling menonjol, pertama, berkaitan dengan isu atau tuduhan plagiat yang menyandung orang nomor satu di kampus tersebut. Kedua, kasus Pembebasan Sementara dari Tugas Jabatan Dosen atas nama, Dr. Sucipto Hadi Purnomo yang ditandatangani langsung Rektor Unnes Prof. Dr. Fathur Rokhman.

Beredar “Seruan Moral Profesor Universitas Negeri Semarang (Unnes)”. Dalam seruan tersebut, sejumlah profesor menyampaikan beberapa poin untuk mencermati dinamika akhir-akhir ini di Unnes. Seruan tersebut berisi:

  1. Menyatakan prihatin atas perkembangan terakhir Universitas Negeri Semarang terkait dengan gencarnya pemberitaan yang menyangkut persoalan integritas akademik.
  2. Mengajak seluruh unsur, baik pimpinan, dosen, tenaga kependidikan, maupun mahasiswa untuk dapat memisahkan persoalan pribadi dengan persoalan Unnes sebagai institusi.
  3. Menyerukan kepada seluruh unsur pimpinan Unnes untuk menjunjung tinggi prinsip ketaatan pada asas tata kelola universitas yang baik dan menghormati norma-norma akademik.
  4. Mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan lembaga terkait yang berwenang untuk mengambil langkah-langkah efektif guna menjaga marwah Unnes sebagai lembaga perguruan tinggi.

Tertanggal, 24 Februari 2020 dan tercantum 11 nama profesor, masing-masing: Prof. Dr. Etty Soesilowati, M.Si, Prof. Dr. Joko Widodo, M.Pd, Prof. Dr. Bambang BR, M.Si, Prof. Dr. Suyahmo, M.Si, Prof. Dr. Tri Marhaeni Pudji Astuti, MHum, Prof. Dr. Hartono, M.Pd, Prof. Dr. Haryono, M.Psi, Prof. Dr. Teguh Supriyanto, M.Hum, Prof. Dr. Ir. Saratri Wilonoyudho, M.Si, Prof. Dr. Subyantoro, M.Hum dan Prof. Dr. P. Eko Prasetyo, S.E., M.Si.

Prof. Dr. Etty Soesilowati, M.Si, ketika dikonfirmasi jatengtoday.com membenarkan terkait seruan moral tersebut. Dia menilai polemik yang terjadi di Unnes belakangan ini meresahkan civitas akademik.

“Sebagai profesional, kami mengimbau kepada teman-teman supaya profesional. Jadi, artinya pemberitaan (terkait polemik di Unnes) luar biasa. Ini menyangkut marwah profesor. Itu aja, mendudukkan persoalan sebagaimana mestinya. Kami mengimbau untuk para pemegang otoritas atau kewenangan, segera menyelesaikan apapun hasilnya biar civitas akademika bekerja dengan nyaman,” ungkapnya, Selasa (25/2/2020).

Dia mengungkapkan, persoalan yang terjadi di Unnes berdampak terhadap kondusivitas. “Sangat resah dan tidak nyaman. Semua tidak nyaman. Ini marwah lembaga hancur. Reputasi lembaga yang kita bangun, jadi jelek. Marwah guru besarnya hancur juga,” ungkapnya.

Dia meminta agar para pemegang kebijakan di Unnes tidak mencampurkan urusan pribadi dengan urusan kelembagaan. Pihak berwenang segera memberikan kejelasan kepada masyarakat. “Kepastian jelas dibutuhkan. Selama ini kan mengambang, tidak jelas. Sehingga terus terang, kami sebagai civitas akademika, dalam hal ini guru besar merasa resah. Dalam bekerja tidak nyaman juga. Termasuk mahasiswa, alumni,” katanya.

Menanggapi terkait kasus Pembebasan Sementara dari Tugas Jabatan Dosen atas nama, Dr. Sucipto Hadi Purnomo, Etty menyayangkan permasalahan tersebut tidak diselesaikan dengan baik. “Sebagai kolega, dia termasuk civitas akademika kita. Di situ memang, rektor berwenang. Tapi prosedurnya, mestinya senat ada komisi etika. Silakan semua prosedurnya dibawa ke situ. Enak kalau prosedural. Selama ini, ya maaf, Senat kurang berperan. Majelis profesor juga mandul,” katanya.

Sebagai salah satu anggota majelis profesor, Etty merasa tidak enak dan tidak nyaman. Tidak sesuai dengan fungsinya sebagai pemberi pertimbangan. “Senat harusnya memberi pertimbangan, karena di situ ada komisi-komisi. Itu tidak difungsikan. Sehingga permasalahan itu liar. Ini yang saya merasa apa yang kita bangun, reputasinya hancur,” katanya.

Lebih lanjut, Etty menegaskan bahwa “seruan moral” tersebut tidak ada tendensi apapun. “Saya non alumni. Saya alumni Brawijaya, jadi saya tidak memiliki tendensi, tapi mendudukkan porsi yang sebenarnya. Saya hanya bagian dari civitas akademika yang merasakan keprihatinan,” katanya.

Sementara itu, Kepala Humas Unnes Muhammad Burhanudin ketika dikonfirmasi terkait seruan moral para profesor tersebut menjelaskan, bahwa Unnes baik-baik saja.

“Kami tenang-tenang saja, (Unnes) kondusif. Mahasiswa sedang libur, karena semester pendek. Terkait itu, kami mendapat kiriman dari majelis profesor bahwa itu bukan dari majelis profesor, tapi dari beberapa profesor. Jadi ketua majelis profesor, saya nyatakan tidak mengatakan seruan itu,” terangnya.

Burhanudin menegaskan bahwa seruan moral tersebut dikeluarkan oleh beberapa profesor. “Bukan dari ketua majelis profesor. Bahkan ada profesor yang keberatan karena namanya dicatut,” katanya. (*)

 

editor: ricky fitriyanto