in

BEM Desak Rektor Unnes Cabut SK Pemberhentian Sucipto

SEMARANG (jatengtoday.com) – Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Unnes (BEM KM Unnes) melakukan kajian akademis mengenai “Surat Keputusan (SK) Rektor No B/167/UN37/HK/2020” tentang Pembebasan Sementara dari Tugas Jabatan Dr. Sucipto Hadi Purnomo,.

SK yang ditandatangani langsung oleh Rektor Unnes, Prof. Dr. Fathur Rokhman tersebut dinilai cacat hukum, legitimasi terhadap tindak represi dan pemberangusan ruang demokrasi.

“Berdasarkan Kajian Akademik yang dilakukan, maka BEM KM Unnes menuntut Rektor Unnes mencabut Surat Keputusan Rektor Nomor B/167/UN37/HK/2020 karena SK tersebut cacat hukum,” kata Menteri Kajian Strategis BEM KM Unnes, Ignatius Radit, Selasa (25/2/2020).

BEM KM Unnes, lanjut Ignatius, mendesak Rektor Unnes memberhentikan proses pemeriksaan dan memulihkan nama baik Dr. Sucipto Hadi Purnomo dan Unnes. “Rektor Unnes harus membuka ruang demokrasi seluas-luasnya di dalam kampus tanpa dihalang-halangi dengan ancaman maupun bentuk represi lainnya,” tegasnya.

Selain itu, BEM KM Unnes juga mendesak pihak yang memiliki kewenangan di Unnes setiap menyelesaikan permasalahan yang ada menggunakan pendekatan dan menciptakan iklim akademis.

“Kampus yang merupakan lembaga akademik, bermasyarakat insan akademis, dan memiliki nuansa akademis seharusnya menggunakan cara-cara yang akademis pula dalam menyikapi dan menyelesaikan permasalahan yang ada, bukannya malah menggunakan cara-cara represi yang kemudian akan menumpulkan dan mematikan nalar kritis masyarakat kampus,” ungkapnya.

Terkait kasus yang menimpa Dr. Sucipto Hadi Purnomo dengan dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) Rektor Unnes Nomor B/167/UN37/HK/2020 telah membuat keriuhan dalam ruang publik beberapa hari belakangan. Media lokal hingga nasional memberitakannya, kemudian beredar tanggapan pro maupun kontra yang dilontarkan oleh banyak pihak dalam menyikapi permasalahan ini.

“BEM KM Unnes perlu mengambil sikap atas tindakan yang dilakukan oleh Rektor Unnes terhadap salah satu dosen di lingkungan kampus Unnes. Langkah pimpinan kampus mencederai marwah serta mencoreng nilai akademis itu sendiri,” katanya.

BEM Unnes, lanjut dia, juga telah melakukan analisis akademis terhadap Surat Keputusan Rektor Unnes Nomor B/167/UN37/HK/2020 terkait pemberhentian sementara salah satu dosen Unnes tersebut.

“SK yang dikeluarkan oleh Rektor Unnes dapat dianggap cacat formil karena terdapat beberapa kejanggalan. Di antaranya: proses yang berlangsung dari pemanggilan, pemeriksaan hingga penerbitan SK Rektor dilakukan secara cepat dalam kurun waktu yang relatif singkat pula,” terangnya.

Terhitung sejak pemanggilan dan pemeriksaan yang dilakukan pada tanggal 11 Februari 2020, hingga keluarnya SK Rektor Unnes tersebut pada hari berikutnya yakni 12 Februari 2020. Sehingga dengan rentang waktu yang sangat cepat tersebut dapat dilihat bahwasanya tim pemeriksa maupun rektor melakukan seluruh rangkaian prosesnya secara tergesa-gesa.

“Ini dikhawatirkan mengaburkan objektivitas serta ketelitian terhadap perkara yang sedang diperiksa,” katanya.

Dalam pemeriksaan yang dilakukan, lanjut dia, Sucipto Hadi Purnomo juga belum memberikan klarifikasi maupun pembelaan berupa dalil-dalil dan pembuktian lain dalam dugaan pelanggaran disiplin yang ditujukan kepadanya. Klarifikasi dari Sucipto merupakan hal penting yang harus ada dalam pemeriksaan.

“Sebab, Pak Sucipto sebagai terduga mempunyai hak untuk membela diri. Tim pemeriksa seharusnya tidak melupakan hal itu sebagai upaya mewujudkan asas equality before the law atau asas kesamaan di depan hukum,” katanya.

Dalam hal ini, masih kata Ignatius, perlu ada keseimbangan antar semua pihak. Apabila hal tersebut diabaikan, lanjut dia, maka Rektor atau pejabat terkait bisa dikatakan telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai Pejabat Tata Usaha Negara (TUN).

Sementara itu, Kepala Humas Unnes Muhammad Burhanudin menyampaikan statement Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan Dr S Martono, bahwa pembebastugasan dosen tersebut tidak perlu didebatkan karena masih proses pemeriksaan. Hasil pemeriksaan yang sudah ada telah disampaikan ke Kemenenterian Pendidikan dan Kebudayaan dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Rektor sebagai abdi negara dalam menerbitkan surat sudah sesuai peraturan. Pembinaan ASN menjadi kewajiban Rektor untuk menjaga taat asas sebagai Good Governance University.

“Keputusan itu sudah sesuai kaidah akademik, sesuai surat permintaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas temuan di media sosial yang bersangkutan. Dalam surat Kemendikbud tersebut meminta agar dosen yang bersangkutan mendapatkan pembinaan. Hal tersebut juga sebagai upaya Unnes membangun SDM cerdas berkarakter,” terang Burhanudin menyampaikan pendapat Dr S Martono. (*)

 

editor: ricky fitriyanto