in

Petaka di Balik Pertumbuhan Sepeda Motor yang Tak Terkendali

SEMARANG (jatengtoday.com) – Pemerintah cenderung mengabaikan fakta menjamurnya kendaraan roda dua atau sepeda motor di setiap perkotaan. Hingga sekarang, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, cenderung tidak melakukan pengendalian terhadap pertumbuhan kendaraan roda dua.

Pemerintah lebih cenderung fokus terhadap bagaimana meningkatkan pendapatan asli daerah. Alhasil, berbagai produk kendaraan melakukan ekspansi penjualan di Indonesia secara bebas. Bahkan pembelian motor bisa dilakukan secara mudah melalui kredit.

Sedangkan kebijakan pemerintah untuk pengendalian jumlah motor tidak dilakukan secara serius. Jika pengendalian tidak dilakukan, bisa dibayangkan betapa kroditnya kondisi lalu-lintas di setiap kota pada 10 tahun ke depan. Saat ini saja, hampir setiap kota memiliki permasalah kemacetan lalu-lintas.

“Lebih dari 10 tahun terakhir ini, angka kecelakaan lalu lintas pengguna sepeda motor tidak pernah turun. Kenyataannya meningkat terus, walaupun berbagai upaya sudah dilakukan. Namun, upaya yang dilakukan belum tepat sasaran alias tidak mengena pada akar masalahnya,” kata Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, Rabu (4/3/2020).

Menurut dia, akar masalahnya adalah Kementerian Perindustrian telah menciptakan kapasitas silinder sepeda motor di atas 80 cc tanpa mempertimbangkan aspek sosial, budaya dan keselamatan. “Hanya bertujuan menciptakan sepeda motor yang  akan laris dan pendapatan negara meningkat,” katanya.

Tingginya prosentase kecelakaan lalu lintas berkaitan dengan sepeda motor, membuktikan pengendara berisiko tinggi mengalami kecelakaan lalu lintas. “Ditjenhubdat perlu mengevaluasi uji tipe yang telah diberikan untuk sepeda motor di atas 80 cc. Hentikan produksi sepeda motor berkapasitas lebih dari 80 cc,” ujarnya.

Sejak tahun 2005, produksi sepeda motor meningkat pesat dan adanya dukungan kebijakan fiskal dari OJK dan Bank Indonesia. Dibolehkan uang muka (down payment) 30 persen bahkan tanpa uang muka, sangat membantu penjualan sepeda motor laris manis. “Sebelum tahun 2005, produksi sepeda motor kisaran 2 juta – 3 juta per tahun. Tahun 2005, mulai bangkit dan produksi besar-besaran sepeda motor kisaran 7 juta – 8 juta unit kendaraan bermotor setiap tahunnya,” bebernya.

Aneh, kata dia, ketika akan membeli secara tunai justru dipersulit, akan tetapi membeli secara angsuran dilayani dengan mudah dan cepat. Bisnis sepeda motor memang telah menghidupkan banyak sektor. “Akan tetapi tanpa disadari beban publik bertambah. Cuma publik tidak terasa, karena mengangsur setiap bulan. Jika ditotal keseluruhannya akan besar jumlah uang yang dibelanjakan ketimbang dengan melunasi di muka,” katanya.

Belum lagi sekitar 80 persen tingkat polusi udara di perkotaan dihasilkan dari asap knalpot kendaraan bermotor. Ditambah kesemrawutan berlalu lintas, tidak mau taat aturan berlalu lintas dengan melawan arus, melintas di atas trotoar, berhenti melewati batas garis henti di persimpangan, dan tidak mengunakan helm.

Dijelaskannya, populasi kendaraan bermotor seluruh Indonesia pada tahun 2018 dalam Buku Potret Lalu Lintas di Indonesia tahun 2019, adalah 141.428.052 unit dan 81,58 persen populasi adalah sepeda motor. Dominasi sepeda motor ini meningkatkan faktor risiko keterlibatan sepeda motor pada kecelakaan lalu lintas.

Berdasarkan pulau, Pulau Jawa menjadi pulau dengan populasi kendaraan bermotor terbanyak, yaitu 72.329.662 unit atau 51,14 persen. Sementara berdasarkan provinsi, DKI Jakarta adalah provinsi yang memiliki jumlah kendaraan bermotor terbanyak di Indonesia, yaitu 20.770.538 unit (14,6 persen).

Secara nasional, kepemilikan kendaraan per kapita adalah 0,53 atau setiap dua orang memiliki satu unit kendaraan bermotor. “Sementara itu, DKI Jakarta adalah provinsi dengan kepemilikan kendaraan per kapita terbesar di Indonesia. Kepemilikan kendaraan per kapita di DKI Jakarta adalah 1,98 atau setiap orang memiliki dua unit kendaraan bermotor,” bebernya.

Berdasarkan usia pelaku, persentase terbesar di usia produktif 17-49 tahun (71,78 persen) adalah kelompok usia 22-29 tahun (20,23 persen), kelompok usia 30-39 tahun (17,83 persen), kelompok usia 17-21 tahun (17,51 persen) dan kelompok usia 40-49 tahun (16,21 persen).

Jumlah korban yang teridentifikasi usianya pada tahun 2018 adalah 139.374 orang. Jumlah terbesar korban kecelakaan lalu lintas berada pada usia 25-39 tahun. Namun jika diagregasikan, kelompok usia terbesar yang menjadi korban kecelakaan adalah usia 15-54 tahun. Terdapat 72,13 persen korban kecelakaan lalu lintas jalan adalah kelompok usia 15-54 tahun. Sementara itu, 11,68 persen korban kecelakaan lalu lintas jalan adalah berusia 0-14 tahun.

Di sepanjang tahun 2018, dari 196.457 kejadian, 73,49 persen kecelakaan lalu lintas jalan melibatkan sepeda motor. Persentase keterlibatan ini jauh lebih besar dibandingkan dengan jenis kendaraan lainnya. Selama tahun 2015-2018, lebih dari 95 persen kejadian kecelakaan terjadi pada kondisi jalan yang baik. Kondisi jalan baik, ada kecenderungan berkendaraan dengan kecepatan tinggi dan tidak hati-hati.

“Indonesia perlu belajar dengan Vietnam dalam hal kebijakan sepeda motor. Pemerintahan Vietnam akan melarang penggunaan sepeda motor di ibukota Hanoi pada 2030. Negara harus bertindak segera menata transportasi umum seantero negeri hingga pelosok pedesaan, daerah pedalaman dan terpencil.” katanya. (*)

 

editor: ricky fitriyanto