Disebutkan, para pihak berjanji dan mengikatkan diri untuk melaksanakan kesepakatan ini dengan sebaik-baiknya. Para pihak juga bersepakat bahwa permasalahan dinyatakan selesai dan menjamin di kemudian hari tidak akan ada tuntutan hukum apa pun.
Sementara itu Nico Andi Wauran dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang menilai, kesepakatan tersebut telah dilanggar oleh Pihak Kedua, dalam hal ini Pemkot Semarang dan BBWS Pemali Juana. Setidaknya ada 4 poin yang dilanggar. Yakni poin keenam hingga kesembilan.
“Seharusnya warga Tambakrejo tidak akan dipindah atau digusur sebelum lahan tempat tinggal sementara di Kalibanger selesai diuruk. Padahal sekarang yang sudah diuruk baru sekitar 40 persen,” ujar Nico menjelaskan bentuk pelanggaran pada poin keenam dan kesembilan.
Selain itu, katanya, Pihak Kedua juga telah melanggar kesepakatan poin ketujuh dan kedelapan yang menyebut bahwa warga akan diberi uang kompensasi Rp 1,5 juta maksimal 19 Desember 2018 lalu.
“Ini warga belum pada nerima semua kok, wajar kalau belum mau pindah,” tegasnya.
Sementara itu, Camat Semarang Utara, Aniceto Magno da Silva mengklaim bahwa sebanyak 30 KK telah mengambilnya.
Dalam hal ini, Nico membantahnya. Sebab, yang menerima uang kompensasi tersebut adalah sebagian warga yang memang dari awal bersedia untuk pindak ke Rusunawa Kudu. Sedangkan kesepatakan perdamaian dari Komnas HAM ini hanya berlaku bagi 97 KK yang masih bertahan. (*)
editor : ricky fitriyanto