in

Pengadaan Bibit Tebu di 4 Kabupaten di Jateng Bermasalah, Jawaban Kepala Dinas Tak Konsisten

SEMARANG (jatengtoday.com) – Proyek pengadaan benih atau bibit tebu untuk Kabupaten Sragen, Karanganyar, Wonogiri, dan Sukoharjo pada 2013 lalu bermasalah. Kini kasusnya sedang bergulir di Pengadilan Tipikor Semarang.

Berdasarkan info lelang, nilai pagu anggaran dari Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah tersebut senilai Rp 17,2 miliar. Kemudian, setelah dilakukan lelang, pemenangnya adalah CV Cahaya Abadi Global dengan nilai penawaran Rp 13,2 miliar

Sedianya, bantuan bibit tebu kepada petani tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas tebu nasional dalam rangka mendukung program swasembada gula yang ditargetkan pemerintah.

Usut punya usut, ternyata proyek tersebut bermasalah, baik dari segi perusahaan pemenang lelang hingga proses pelaksanaannya di lapangan.

Tiga Kepala Dinas jadi Saksi Sidang

Dalam sidang lanjutan dugaan korupsi bibit tebu untuk 4 kabupaten di Jateng tersebut, jaksa penuntut umum menghadirkan 3 kepala dinas yang bersinggungan dengan proyek saat itu.

Mereka adalah eks Plt Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Sragen Eka Rini Mumpuni, eks Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Karanganyar Siti Maesaroh, serta eks Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Wonogiri Sri Jarwadi.

Dalam kesaksiannya, Eka Rini mengaku tidak mengetahui secara jelas pengadaan bibit tebu di Kabupaten Sragen pada 2013 lalu. “Yang tahu adalah kepala bidang,” ucapnya di hadapan Ketua Majelis Hakim Sulistiyono.

Eka Rini hanya memahami bahwa proyek tersebut sudah diatur oleh provinsi, yakni Dinas Perkebunan Jateng. Pihak kabupaten hanya membantu mencari Calon Penerima dan Calon Lokasi (CPCL) bibit tebu.

Di Sragen sendiri, CPCL-nya mencapai 1.500-an hektar dengan 150-an kelompok tani. Pada saat itu, Sragen dinyatakan tidak memenuhi kriteria. Kemudian Kepala Bidang di Dinas Perkebunan Sragen melapor ke provinsi.

Namun, lagi-lagi Eka Rini tidak tahu secara jelas. Hakim pun mempertanyakan karena seharusnya semua usulan dari kabupaten atas persetujuan kepala dinas, bukan kepala bidang.

Sosialisasi Tidak Maksimal

Sementara itu di Kabupaten Karanganyar, Siti Maesaroh mengakui bahwa sosialisasi pengadaan bibit tebu kepada para petani tidak dilakukan secara maksimal.

Meskipun begitu, pihaknya pernah melakukan sosialisasi usai mendapat arahan dari provinsi. “Dulu pernah dikumpulkan. Di situ kami bacakan juklak (petunjuk pelaksanaan) yang diberi dari provinsi,” kata Siti.

Namun, ia tidak ingat apakah saat itu ada petani yang menolak apa tidak, mengingat rencana realisasi pengadaan bibit sudah memasuki masa tanam, sehingga ada petani yang sudah menyiapkan bibit sendiri.

“Kalau itu saya lupa,” ucapnya.

Adapun untuk Kabupaten Wonogiri, sosialisasi pernah dilakukan pada saat kegiatan yang difasilitasi oleh pihak provinsi. “Pernah, di Patra Jasa, dulu kan semua kelompok tani se-Jateng dikumpulkan,” jelas Sri Jarwadi.

Sayangnya, Sri tidak bisa menjawab apakah peserta sosialisasi sudah mewakili semua petani calon penerima bibit atau belum.

Sri juga tidak mengetahui secara terang bagaimana perencanaan proyek tersebut. Termasuk dia tidak memahami bagaimana pelaksanaannya di lapangan.

Dimarahi Hakim

Dalam sidang tersebut, Hakim Sulistiyono sempat membentak ketiga saksi yang dihadirkan. Pasalnya mereka tidak bisa atau tidak mau menjawab pernyataan sesuai dengan tupoksinya saat menjabat sebagai kepala dinas.

Apalagi, para saksi mengatakan bahwa proyek bernilai miliaran tersebut tidak ada panitia di tingkat kabupaten. “Kegiatan sebesar ini masa tidak ada panitianya? Lantas siapa yang bisa menjelaskan kalau bukan Anda,” tanya hakim.

Hakim Sulistiyono pun semakin geram saat saksi tidak konsisten dalam memberikan keterangan. “Saya perhatikan dari tadi kok mencla-mencle. Saya tidak akan marah kalau Anda bersaksi secara konsisten,” tegasnya.

Akhirnya, hakim memerintahkan kepada jaksa penuntut umum supaya ketiga saksi tersebut dihadirkan kembali pada sidang berikutnya. Dihadirkan bersama kepala bidang dan pihak terkait lainnya.

“Pekan depan didatangkan lagi bersama kabid dan kepala seksinya. Tadi kan ada yang bilang kalau yang tahu adalah mereka. Diklarifikasi semua, supaya jelas,” tandas hakim.

Untuk diketahui, dalam kasus ini sudah ada 4 orang yang ditetapkan sebagai terdakwa. Mereka adalah Syahrul, Rahmawati, Soesiati Rahayu, dan Teguh Budiman.

Keempat terdakwa diancam pasal berlapis. Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)

 

editor: ricky fitriyanto