in

Pengacara Ini Kritik Praktik Hukum Tanpa Sentuhan Kemanusiaan

SEMARANG (jatengtoday.com) – Praktik hukum di Indonesia dirasa kurang pas. Masih ada vonis pengadilan yang tidak melihat alasan terdakwa melakukan tindak kejahatan. Pernah ada kasus, nenek yang hidup sebatangkara, dihukum pidana karena mencuri hasil kebun demi bertahan hidup.

Masih ada seabrek kasus lain semacam itu yang dirangkum dalam Buku ‘Panorama Hukum dan Ilmu Hukum’. “Hukum memang harus ditegakkan. Tapi perlu melihat alasan mengapa pelaku melakukan pelanggaran,” ucap Yosep saat melaunching buku ‘Panorama Hukum dan Ilmu Hukum’ di Patra Jasa Semarang Convention Hotel, Jumat (12/10/2018) malam.

Peluncuran buku itu disisipi diskusi mengenai kritikan hukum kekinian. Mengulas bagaimana penegakan hukum di Indonesia yang masih belum sempurna.

Pada kesempatan itu, dia bercerita pengalamannya ketika mengajar di salah satu perguruan tinggi. Saat ujian, ada mahasiswa yang datang mengenakan kaus, celana pendek, dan sandal jepit. Secara hukum, mahasiswa itu bersalah karena tidak mengenakan busana yang semestinya.

“Tapi dia punya alasan. Ternyata, malam sebelumnya, rumah kosnya kebakaran. Barang dan bajunya habis terbakar. Tinggal baju dan sandal jepit itu yang bisa dipakai. Apakah adil jika dia dihukum tidak boleh ikut ujian? Beda jika memang sengaja pakai celana pendek, padahal sebenarnya punya celana panjang,” paparnya.

Di buku ini, Yosep coba menjabarkan tentang patologi hukum atau penyakit hukum. Hal ini, kata Yosep, tidak pernah diajarkan di kuliah baik tingkatan S1 hingga S3. Hal itu dianggap penting. Misalnya bagaimana memahami sebuah tindak kejahatan itu terjadi. “Jadi memahami secara penuh. Ini yang tidak pernah diajarkan di bangku kuliah. Saya dan Pak Bernard menulis ini, diharapkan (patologi hukum) bisa jadi pertimbangan untuk jadi mata kuliah,” bebernya.

Sementara itu, Bernard menambahkan, menegakkan hukum yang adil memang sulit. Butuh kedewasaan dalam melihat kasus dari banyak sudut pandang. Tidak bisa 100 persen subjektif.

“Menjadi penegak hukum itu kuncinya hanya satu. Harus benar-benar sudah menjadi ‘manusia’. Jika belum menjadi ‘manusia’, ya nanti seperti itu,” tuturnya. (*)

editor : ricky fitriyanto