SEMARANG (jatengtoday.com) – Padatnya kota metropolitan seperti Semarang diikuti persoalan sampah yang mengkhawatirkan. Kota Semarang mempunyai jumlah penduduk hampir 2 juta jiwa. Hal itu mengakibatkan produksi sampah yang melimpah. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang menyatakan konsisten dalam pengendalian dan pengelolaan sampah.
Sejumlah program pengelolaan sampah dilakukan. Diantaranya pengelolaan sampah berbasis masyarakat akan terus dikembangkan. “Pengelolaan sampah dengan model berbasis masyarakat mampu mengurangi timbunan sampah yang diangkut ke tempat pemrosesan akhir atau TPA Jatibarang,” kata Kepala DLH Kota Semarang Sapto Adi Sugihartono, Kamis (3/9/2019).
Salah satunya pengelolaan sampah yang dilaksanakan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). “Sampah masih banyak yang bisa dimanfaatkan, KSM ini menggunakan metode 3R (re-use, re-duce, re-cycle),” ujarnya.
Model ini, kata dia, menjadi edukasi bagi masyarakat sebelum sebagian besar berpandangan bahwa sampah adalah barang yang harus dibuang. Dia mengakui, sejauh ini pemanfaatan sampah belum membudaya. “Pemerintah bersama lembaga swadaya masyarakat dan lembaga lainnya bisa bersama-sama melakukan edukasi masyarakat untuk menyadari bahwa sampah masih banyak yang bisa dimanfaatkan,” bebernya.
Di sisi lain, lanjut dia, timbunan sampah jelas menimbulkan masalah di tengah masyarakat. Maka sampah harus dikelola secara efektif. “Masyarakat memiliki peran penting dalam permasalahan sampah. Untuk mendukung penanganan persoalan sampah tersebut, Pemkot Semarang sudah mengeluarkan peraturan wali kota atau perwal tentang larangan penggunaan tas plastik, sedotan plastik, gelas plastik, styrofoam, dan lain-lain,” katanya.
Lebih lanjut, kata dia, pihaknya saat ini terus melakukan sosialisasi Perwal tersebut sejumlah pihak seperti ritel modern, pasar tradisional hingga asosiasi pengusaha restoran dan perhotelan. Menurut dia, sejumlah pengusaha ritel mendukung penuh upaya ini sebagai bentuk menjaga kelestarian lingkungan.
“Mereka meminta agar konsumen membawa kantong belanja sendiri dari rumah. Pengelola toko ritel juga akan memberi reward kepada konsumen yang membawa tas belanja sendiri, bentuknya macam-macam, seperti pemberian hadiah atau potongan belanja,” katanya.
Sedangkan untuk masyarakat, DLH juga terus melakukan sosialisasi termasuk dengan mengoptimalkan bank sampah. Dia mengakui, saat ini tercatat ada 127 bank sampah di Kota Semarang. Dari jumlah sebanyak itu, memang tidak semuanya aktif. “Yang aktif kurang lebih 80 an, mereka rutin melaksanakan pengelolaan sampah, bahkan ada sebagian yang menggunakan sistem aplikasi khususnya dalam pendataan sampah, sehingga memudahkan dalam pilah sampah,” katanya.
DLH Kota Semarang optimis dengan pengelolaan sampah berbasis masyarakat ini maka sampah yang dikirim ke TPA Jatibarang makin berkurang. “Sebelumnya ada kurang lebih 1200 ton sampah yang dikirim ke TPA Jatibarang, saat ini sudah berkurang jadi 1000 ton. Kami akan terus berupaya ada pengurangan hingga 30 persen,” katanya. (*)
editor : ricky fitriyanto