in

Meretas Simpul Situs Kampung dengan Festival Bukit Jatiwayang

SEMARANG (jatengtoday.com) – Salah satu komunitas anak muda yang getol bergerak dalam bidang tata ruang kota dan menghidupkan situs perkampungan di Kota Semarang adalah Komunitas Hysteria.

Mereka kerap berkeliling dari kampung ke kampung dengan menggelar kegiatan berbasis tradisi budaya. Tidak hanya berhenti dalam kegiatan, tetapi juga menginspirasi dan membakar semangat generasi muda di setiap kampung yang disinggahi.

Mengungkap situs-situs, sejarah, potensi lokal, hingga mengembangkan potensi yang dimiliki warga. Sebut saja Kampung Bustaman, Petemesan, Kampung Malang, Kemijen, Karangsari, dan Sendangguwo, menjadi situs kampung rintisan dengan pengembangan pemberdayaan masyarakat.

Terbaru, mereka bakal menghelat Festival Bukit Jatiwayang, merintis paseduluran bukit di Semarang. Festival ini dilaksanakan Sabtu, 25 Agustus 2018 di Kelurahan Ngemplak Simongan, tepatnya di RT 7 RW 3, Jatiwayang, Semarang.

“Gagasannya adalah mencoba mengingat kembali perjalanan kampung dan bagaimana relasi sosial di situs kampung terjalin,” kata Direktur Hysteria, Khairudin alias Adin, Jumat (24/8/2018).

Jatiwayang termasuk kampung baru, karena mulai dihuni warga sejak 1960-an akhir setelah ada penggusuran di daerah Citarum. Kawasan Bukit Jatiwayang semula merupakan areal pemakaman. Seiring berjalannya waktu dan pertumbuhan penduduk, kawasan tersebut berangsur menjadi permukiman padat penduduk.

“Kami bekerjasama dengan warga Jatiwayang, mereka menggelar kegiatan tujuhbelasan dengan tema yang berbeda,” katanya.

Melalui Dinas Cipta Tempat dan Ruang, yang merupakan platform bentukan Hysteria, Festival Jatiwayang berusaha meretas kembali simpul-simpul komunikasi kampung. “Selain itu juga berusaha merintis jejaring anatar kampung yang letaknya di bukit-bukit. Seperti kita tahu, Semarang mempunyai banyak bukit, namun hanya sedikit yang mengaktivasi kawasan tersebut untuk urusan kebudayaan,” katanya.

Dibagi menjadi kawasan atas dan bawah, Semarang mempunyai kontur bergelombang dan berbukit-bukit. Di daerah yang diidentifikasi dengan Semarang Bawah pun kenyataannya mempunyai lanskap naik turun. Baik dataran rendah maupun bukit-bukitnya didiami masyarakat dan dengan mudah orang melihat lanskap kota dari berbagai sudut. Termasuk di Bukit Jatiwayang, yang pada posisi tertentu bisa menyaksikan lanskap laut utara Jawa.

“Festival Bukit Jatiwayang berusaha memeriksa Semarang dari perspektif bukit dan juga mengaktivasi bukit dengan kegiatan kesenian,” katanya.

Perkampungan ini memililiki populasi penduduk padat. Mereka hidup di tengah lahan yang rawan longsor setiap saat. Namun hal itu tak membuat warga khawatir. Sebab, mereka yakin bahwa alam dan manusia saling menyesuaikan dengan segala risikonya.

Ketua Panitia Festival Bukit Jatiwayang, Afik mengatakan festival ini akan diikuti ratusan warga Jatiwayang. Adapun kegiatan yang akan dilakukan yakni Kirab Budaya dan Panggung Rakyat, di dalamnya ada pentas Ketoprak Jatiwayang.

“Ketoprak tersebut merupakan kelompok asli kampung setempat yang lama tidak aktif. Dulu pernah menjadi kebanggaan. Kami berusaha mengaktifkan kembali,” katanya.

Salah satu tujuan Festival Bukit Jatiwayang untuk mempererat kebersamaan masyarakat. Selain warga Jatiwayang, festival itu juga akan dimeriahkan oleh penampilan Drumblek Kauman Suruh (DKS) Kabupaten Semarang dan Barongsai.

Pengunjung juga bisa melihat instalasi bambu dan bahan-bahan alami yang sebelumnya diciptakan Kolektif Wayang Gaga bersama warga selama beberapa minggu sebelumnya. “Instalasi ini menambah tampilan artistik kampung dan diharapkan memperkaya perspektif warga atas kampungnya,” katanya.

Jaringan kampung lain yang dirintis Dinas Cipta Tempat dan Ruang Hysteria seperti dari Kampung Bustaman, Petemesan, Kampung Malang, Kemijen, Karangsari, Sendangguwo dan lain-lain juga turut diundang. (*)

editor : ricky fitriyanto

Abdul Mughis