SEMARANG (jatengtoday.com) – Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi menanggapi munculnya fenomena baru yang menjadi pemicu penyebaran HIV/AIDS, yakni profesi Pria Pekerja Seks (PPS). Menurutnya, perlu penanganan serius untuk menekan penyebaran virus berbahaya tersebut.
Hendi sapaan akrab Hendrar Prihadi mengatakan, perlu keberanian agar para penderita melakukan pemeriksaan dan melaporkan kepada tim medis. Hal itu agar bisa dilakukan penanganan lebih lanjut.
“Dengan pelaporan itu, Pemkot Semarang juga dapat melakukan upaya untuk menutup ruang gerak peredarannya,” kata orang nomor satu di Kota Semarang itu, Kamis (3/1/2019).
Hal lain yang tidak kalah penting adalah peran keluarga dalam melakukan pendampingan dan menekankan pendidikan agama sejak dini. Upaya pencegahan harus dimulai dari lingkup keluarga.
“Orang tua memiliki tanggung jawab penuh atas pendidikan akhlak anak-anaknya. Jika pemahaman agamanya kuat, tentu akan bisa mengetahui mana yang boleh dan tidak boleh,” katanya.
Penyebaran virus HIV/AIDS ini berbahaya karena tidak hanya mengancam penderitanya saja, tetapi juga warga di lingkungannya. Maka diperlukan proteksi menyeluruh agar keberadaan virus ini terlacak dan bisa dilakukan pembatasan ruang gerak.
“Jika penderita berani melapor, maka tindakan yang akan diambil juga semakin terarah,” katanya.
Orang yang telah diketahui menderita HIV/AIDS juga perlu mendapatkan pendampingan dan perhatian serius. Penanganannya menyeluruh dan berkelanjutan, mulai dari pengobatan, pendampingan aktivitas seperti apa, dan tidak boleh dikucilkan.
“Jangan sampai penderita bebas melakukan aktivitas seksual. Itu sangat bahaya,” katanya.
Pencegahan secara dini terhadap generasi muda harus dilakukan sejak dini. Sebab, generasi muda merupakan penerus sekaligus generasi yang akan memimpin bangsa kelak. Maka harus dilindungi dengan pendidikan dan pemahaman terkait bahaya, dan pencegahan penyakit tersebut.
“Generasi muda juga perlu mengetahui apa itu perilaku seks menyimpang, serta memahami bagaimana penyebaran virus HIV/AIDS tersebut bekerja,” bebernya. (*)
editor : ricky fitriyanto