Menyikapi kasus tersebut, Wahyu Rudy Indarto saat dihubungi enggan memberikan komentar. Dikatakan hal itu sesuai kewenangan yang ada. Menurutnya terkait memberikan komentar atas kasus itu, sama saja di luar kewenangan yang diberikan atas kuasa yang diberikan PT Eude Indonesia.
Sedangkan terkait hasil persidangan, dikatakannya, sama-sama sudah tahu hasil putusannya, yang intinya harus membayar pesangon.
Terkait apakah sudah ditindaklanjuti putusan itu, Wahyu, beralasan putusan baru sampai dan belum ada perintah eksekusi pengadilan. Hal itu, sebagaimana hukum acara yang ada. Dengan demikian, pihaknya menunggu perintah pengadilan. Kalau upaya hukum lain, diakuinya, putusannya sudah berkekuatan hukum tetap atau inchrach, dengan demikian, kliennya dipastikan akan melaksanakan isi putusan.
“Kecuali begini, sudah ada perintah dari pengadilan untuk melaksanakan putusan. Ini belum ada perintahnya, intinya itu. Diluar itu, saya ndak bisa komentar, semua tergantung pengadilan, kami hormati putusan pengadilan, karena putusan sudah inchrach, kami akan laksanakan itu dan kami taat pada hukum,” tandasnya.
Sebelumnya, dalam putusan tingkat pertama di PHI Semarang, majelis hakim yang dipimpin Eddy P Siregar, memutuskan mengadili, dalam pokok perkara, mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian, menyatakan hubungan kerja antara penggugat dengan tergugat berakhir sejak 14 Juni 2016, menghukum tergugat untuk membayar uang pesangon sebesar Rp 50.836.900.
Atas putusan itu, diajukan kasasi ke MA, dalam amarnya, majelis hakim agung, yang dipimpin Zahrul Rabain, didampingi dua hakim agung, Dwi Tjahyo Soewarsono dan Dr Junaedi, selaku anggota, memutuskan mengadili menolak permohonan kasasi dari PT Eude Indonesia dan membebankan biaya perkara kepada negara. (*)
editor : ricky fitriyanto