SEMARANG (jatengtoday.com) – Wilayah Semarang Utara mendapat sorotan yang cukup serius. Daerah ini diam-diam menyimpan fenomena gunung es tentang penyebaran virus mematikan HIV/AIDS.
Seringkali tidak disadari, masyarakat yang tinggal di kawasan padat penduduk ini berhadapan dengan penyebaran virus berbahaya tersebut. Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Semarang mencatat, dalam periode Januari-November 2018 terdapat 546 temuan kasus penderita HIV/AIDS.
Dari jumlah tersebut, wilayah Semarang Utara memiliki angka tertinggi yakni sebanyak 149 kasus yang terdeteksi. Kemudian disusul Semarang Barat 122 kasus, Tembalang 107 kasus, Pedurungan 104 kasus, dan Semarang Timur 86 kasus.
Hal ini menunjukkan, kasus penyebaran penyakit HIV/AIDS di Kota Semarang pada 2018 masih sangat tinggi. “Semarang Utara memang paling tinggi kasus HIV AIDS-nya,” kata Kepala Dinkes Kota Semarang, Widoyono, Kamis (3/1/2019).
Temuan kasus tersebut terungkap berdasarkan data layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) di setiap Puskesmas dan rumah sakit di Kota Semarang. Ini menunjukkan penyebaran virus HIV/AIDS ibarat gunung es, yang terlihat adalah permukaannya saja. Sebab, tidak semua penderita mau melaporkan atau memeriksakan diri.
“Tidak semua penderita mau mengaku jika telah terjangkit penyakit berbahaya tersebut,” katanya.
Namun demikian, ditemukannya kasus tersebut untuk memudahkan penanganan agar virus berbahaya tersebut tidak menyebar semakin meluas. “Untuk wilayah yang paling rendah berada di Kecamatan Tugu dan Mijen, masing-masing 22 kasus,” katanya.
Secara umum di Jawa Tengah, Kota Semarang menempati urutan tertinggi kasus HIV/AIDS. Widoyono justru menilai, temuan tersebut merupakan prestasi. Sebab, wilayah lain yang temuannya sedikit justru dikhawatirkan banyak penyebaran virus berbahaya yang berlangsung dan tidak bisa terungkap.
“Kami akan terus menggalakkan pelayanan VCT di semua Puskesmas dan rumah sakit agar semakin banyak penderita yang ditemukan. Dengan begitu, kami bisa melakukan penanganan untuk menekan penyebaran virus ini,” katanya.
Dari jumlah tersebut, 25 persen penderita merupakan warga dengan kartu identitas penduduk Kota Semarang. Sedangkan sisanya merupakan penduduk pendatang. (*)
editor : ricky fitriyanto