SEMARANG (jatengtoday.com) – Sidang lanjutan kasus pembobolan Kas Daerah (Kasda) Kota Semarang senilai Rp 21,7 miliar kembali digelar di Pengadilan Tipikor, Rabu (15/5/2019). Kali ini, jaksa penuntut umum menghadirkan beberapa saksi. Salah satunya Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi alias Hendi.
Hendi diminta untuk menjelaskan kronologi terungkapnya pembobolan dana APBD Kota Semarang.
Dia mengaku mengetahui hilangnya dana Kasda berdasarkan informasi dari Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Yudi Mardiana. “Dulu Pak Yudi bilang ke saya kalau dana Kasda ada masalah,” ujarnya.
Saat itu, katanya, saldo deposito Kasda yang ada di rekening Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) Semarang hanya sekitar Rp 514 juta. Artinya, ada selisih sekitar Rp 22,7 miliar di rekening giro BTPN.
Temuan itu, lanjut dia, terungkap usai rekonsiliasi terhadap sejumlah bank untuk mengecek simpanan dana milik Pemkot yang tersimpan di tujuh bank. Dari berbagai bank yang kerjasama dengan Pemkot, diketahui bahwa BTPN bermasalah.
“Dari hasil rekonsiliasi itu, BTPN menyatakan dana Kasda milik Pemkot tidak pernah disetorkan,” imbuh Hendi.
Pada saat mengetahui kejanggalan itu, Hendi mengaku tidak langsung melaporkannya ke ranah hukum meskipun ia tahu siapa yang harus bertanggung jawab. Dalam kasus ini adalah Diah Ayu Kusumaningrum selaku Personal Banker BTPN (sekarang sudah menjadi terpidana dalam kasus yang sama).
Waktu itu, katanya, Hendi memberi waktu satu minggu untuk mengembalikan sejumlah dana Kasda yang hilang. “Sudah kami tawarkan. Kalau dalam seminggu bisa mengembalikan, perkara ini tidak akan dibawa ke ranah hukum,” katanya dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Antonius Widijantono tersebut.
Namun, Dyah Ayu akhirnya tidak menyanggupinya. Diah Ayu meminta waktu dua hingga tiga tahun untuk mengembalikan. “Karena tidak sanggup, ya sudah, akhirnya kami laporkan kasus tersebut ke pihak berwenang,” jelas Hendi.
Selain menjelaskan kronologi hilangnya dana Kasda, Hendi dicecar soal pernyataan Dyah Ayu yang mengatakan pernah memberi uang kepadanya. Namun sebagaimana sebelumnya, Hendi kembali mengelak.
Dalam kasus itu, terdakwa Dody didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi dengan menyetorkan uang kepada Dyah Ayu sejak 2008 hingga 2014. Sehingga menimbulkan kerugian Rp 26,7 miliar. Namun, terdapat pengembalian sebesar Rp 4,9 miliar sehingga tersisa kerugian negara sebesar Rp 21,7 miliar.
Dody didakwa melanggar Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 junto Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagai dakwaan primer. Perbuatan terdakwa juga diatur dalam Pasal 3 pada undang-undang yang sama. (*)
editor : ricky fitriyanto