in

Fakta Perbudakan ABK di Kapal Ikan Asing, Dikupas di Film “Before You Eat”

Jika tidak ada tindakan konkret, maka pemerintah cenderung melanggengkan praktik buruk ini dan turut melakukan pembiaran pelanggaran HAM yang terus berlangsung.

Film dokumenter “Before You Eat” (BYE) diproduksi oleh Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan didukung oleh Greenpeace Indonesia. Diputar pertama kali di Tegal Jawa Tengah, Minggu 13 Maret 2022. (Dokumen Greenpeace)

TEGAL (jatengtoday.com) – Setelah menjalani proses produksi sejak tahun 2020, film dokumenter “Before You Eat” (BYE) akhirnya ditayangkan pertama kali di Tegal, Jawa Tengah, pada Minggu, 13 Maret 2022.

Film yang diproduksi oleh Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan didukung oleh Greenpeace Indonesia ini menyorot akar masalah perbudakan anak buah kapal (ABK) Indonesia di kapal ikan asing.

Pada periode penayangan tahap awal, serangkaian kegiatan nonton bareng dan diskusi film akan digelar di lima kota yakni Tegal, Pemalang, Semarang, Cirebon, dan Jakarta) hingga 31 Maret.

Film ini akan berlayar ke berbagai lokasi lainnya di Indonesia sepanjang tahun 2022. Film ini diproduksi sebagai desakan bagi pemerintah Indonesia untuk serius membenahi  kebijakan tata kelola perekrutan ABK Indonesia, serta bersikap lebih tegas dalam memberikan perlindungan pada ABK Indonesia yang bekerja di kapal ikan asing.

Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Hariyanto Suwarno mengatakan, film “Before You Eat” mengungkap fakta bahwa praktik perbudakan modern di atas kapal berbendera asing masih terus terjadi dan semakin menjadi-jadi. Oleh karena itu, pemerintah tidak bisa lagi abai terhadap tugas dan tanggung jawab perlindungan.

“Pemerintah Indonesia harus segera berbuat dan melakukan tindakan konkret. Jika tidak, bisa dikatakan bahwa pemerintah melanggengkan praktik buruk ini dan turut melakukan pembiaran pelanggaran HAM,” tegasnya.

Senada dengan Hariyanto, Arifsyah Nasution juru kampanye laut Greenpeace Asia Tenggara sekaligus dalam kapasitas personalnya sebagai produser eksekutif film “Before You Eat” menyebutkan bahwa praktik perdagangan orang dan kerja paksa di atas kapal perikanan ini merupakan kejahatan luar biasa yang seringkali melibatkan berbagai jaringan aktor lintas negara.

“Eksploitasi terhadap ABK juga acap terjadi bersamaan dengan praktik perikanan ilegal yang mengancam kelestarian laut secara global. Di samping tanggung jawab pemerintah Indonesia, industri perikanan global juga memiliki kewajiban untuk membersihkan rantai pasok dan pasar mereka dari produk-produk makanan laut yang dihasilkan dari eksploitasi pekerja dan perikanan ilegal,” paparnya.

Menyadari sensitivitas isu yang diangkat oleh film “Before You Eat”, SBMI dan Greenpeace Indonesia memutuskan untuk memberikan batasan usia penonton, yakni 18 tahun ke atas.

Penayangannya pun didahului dengan nobar luring dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, sebelum nantinya film ini juga akan dipublikasikan lebih luas melalui daring.

Sensitivitas isu ini pula yang menjadi salah satu faktor yang membuat proses produksi sangat menantang bagi Kasan Kurdi, sutradara film “Before You Eat”.

“Karena pertimbangan durasi film, saya harus mengorbankan perasaan untuk menyeleksi berbagai cerita dari banyak ABK Indonesia yang datang dari seluruh lautan di dunia tentang ketidakadilan dan kesedihan yang mereka alami,” tuturnya.

Film “Before You Eat” direncanakan juga akan diluncurkan secara global pada Juni 2022. Tim kolaborasi di belakang film “Before You Eat” mengajak publik untuk mendukung kampanye ini dengan ikut memberikan dukungan moral secara tertulis kepada ABK Indonesia, menandatangani petisi di situs www.beforeyoueat.id dan menyebarluaskan informasi mengenai film ini menggunakan tagar #BeforeYouEatTheMovie, #StopPerbudakanDiLaut dan #EndModernSlaveryAtSEA. (*)