JAKARTA (jatengtoday.com) – Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Ardhasena Sopaheluwakan menyatakan bahwa konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer di wilayah Indonesia cenderung naik dari tahun ke tahun.
Dalam acara diskusi virtual bertajuk “Pentingnya Transisi Hijau untuk Mengatasi Krisis Iklim”, Rabu (2/3/2022), ia mengatakan, konsentrasi karbon dioksida di atmosfer naik kurang lebih dua bagian per sejuta (parts per million/ppm) setiap tahun.
“Monitoring yang dilakukan BMKG melalui stasiunnya, stasiun atmosfer global di Bukit Kototabang di Sumatera Barat, menunjukkan tren kenaikan yang sama dengan tren global,” katanya.
Menurut hasil pengukuran Stasiun Global Atmosphere Watch (GAW) Bukit Kototabang, konsentrasi karbon dioksida di atmosfer sebesar 411,1 ppm, mendekati rata-rata global 415,02 ppm.
“Gas-gas lainnya seperti metana dan lain sebagainya konsentrasinya trennya naik dari tahun ke tahun,” kata Ardhasena.
Dia juga menyoroti kenaikan konsentrasi gas rumah kaca SF6 atau belerang heksafluorida yang tidak secara natural ada di alam, tetapi merupakan hasil dari kegiatan manusia atau antropogenik.
“Murni antropogenik, yang ada dari aktivitas manusia, itu terus menerus naik dari tahun ke tahun,” kata Ardhasena tanpa memerinci data kenaikannya.
Gas rumah kaca memerangkap panas di dalam atmosfer, membuat suhu bumi menghangat dan menyebabkan perubahan iklim. Gas-gas yang utamanya menyebabkan efek rumah kaca antara lain karbon dioksida dan metana.
Ardhasena mengingatkan bahwa peningkatan emisi gas rumah kaca telah menyebabkan kenaikan temperatur di wilayah Indonesia, meski saat ini peningkatannya masih lebih rendah dibandingkan rata-rata peningkatan suhu global.
Menurut dia, peningkatan suhu antara lain telah menyebabkan es di Puncak Jaya, Papua, mencair dan suhu permukaan esnya berada di atas titik beku, yaitu sekitar 5 derajat Celcius.
Konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer bisa ditekan dengan menurunkan emisi gas melalui pengurangan penggunaan energi dari fosil dan peningkatan penggunaan energi terbarukan, penghijauan, pencegahan kebakaran hutan dan lahan, pengelolaan sampah, dan penerapan sistem budi daya pertanian yang ramah lingkungan. (ant)