in

Dody Mengaku Tak Tahu Kasda Kota Semarang Hilang Rp 26,7 Miliar

Terdakwa Dody juga menegaskan bahwa langkahnya tersebut sudah sesuai dengan SOP yang ada. “SOP-nya kan begitu. Saya tidak curiga (hilang) karena setiap kali saya minta (bukti setoran), pasti dikasih sama Dyah Ayu,” imbuh terdakwa.

Dia menjelaskan, slip setoran dan rekening koran rutin diberikan Dyah Ayu kepada terdakwa. Bukti setoran tersebut juga telah berstempel dan bertanda tangan. Meski demikian, Dody mengungkap bahwa yang mengantar rekening koran bukan hanya Dyah Ayu saja, melainkan juga kurir.

“Kadang kurir yang mengantarkan. Amplopnya BTPN, kalau kurirnya dari mana, saya tidak tahu,” imbuhnya.

Saat menanggapi pernyataan terdakwa, majelis hakim mempertanyakan ulang terkait tugas pokoknya sebagai Kepala UPTD Kasda. Kemudian, terdakwa mengaku hanya bertugas dan berwenang mengelola dan menerima administasi pendapatan dan pengeluarkan uang.

Namun, majelis hakim kembali merujuk pada Peraturan Wali Kota Semarang. Bahwa di Pasal 6 disebutkan, Kepala Kasda berwenang mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi.

“Kalau begitu, seharusnya terdakwa juga memiliki kewenangan atau setidaknya berinisiatif agar keuangan negara tetap aman. Itu tugas Anda yang sudah diatur dalam Perwal,” tegas majelis hakim yang dipimpin oleh Antonius Widijantono.

Terdakwa Dody pun tak banyak menjawab. Dalam rentang 2008 sampai 2014, terdakwa tidak pernah melakukan pengecekan. Pihaknya tetap melakukan penyetoran melalui Dyah Ayu yang ternyata sudah tidak lagi bekerja di BTPN Semarang.

Atas perbuatan atau kelalaiannya, akhirnya negara didera kerugian hingga Rp 26,7 miliar. Namun, terdapat pengembalian sebesar Rp 4,9 miliar, sehingga tersisa kerugian negara sebesar Rp 21,7 miliar.

Dalam perkara ini, Dody didakwa melanggar Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat 1 junto Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagai dakwaan primer. Perbuatan terdakwa juga diatur dalam Pasal 3 pada undang-undang yang sama.

Sementara Dyah Ayu sendiri sudah menjalani hukuman selama 2 tahun. Majelis hakim menjatuhkan pidana kepadanya selama 9 tahun penjara. Sementara itu, terpidana lainnya, Suhantoro, dihukum 2 tahun 6 bulan oleh majelis hakim. (*)

editor : ricky fitriyanto