in

Dinyatakan Rawat Jalan, Seorang Pasien RSUD Tugurejo Meninggal Misterius 

SEMARANG (jatengtoday.com) – Puluhan buruh menggeruduk RSUD Tugurejo Semarang, Selasa (7/1/2020) malam. Mereka mendesak pihak rumah sakit memberikan penjelasan dan meminta pertanggungjawaban terkait kasus yang menimpa pasien bernama Suwarti–yang sebelumnya dinyatakan sehat, mendadak meninggal misterius. 

Suwarti merupakan buruh PT Randugarut Plastik Indonesia (RPI). Kronologisnya, pada Selasa (7/1/2020) siang, korban mengeluh kepala pusing dan lemas. Tak lama kemudian, korban diantar oleh teman kerjanya untuk periksa di RSUD Tugurejo. 

Salah seorang teman kerja korban, Sujiah, mengatakan kondisi korban ketika berangkat kerja pagi hari dalam kondisi sehat. Korban bahkan bercanda bersama teman-teman kerja. “Menjelang siang almarhumah mengeluh lemas dan pusing, oleh pihak perusahaan, korban diantarkan ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan,” ungkapnya. 

Sesampai di rumah sakit, korban diperiksa dan dinyatakan rawat jalan. Ketika dalam perjalanan pulang, sebelum sampai rumah korban muntah-muntah. “Kemudian langsung dibawa ke rumah sakit lagi dan dinyatakan untuk rawat inap. Selang kurang lebih dua jam kemudian, Suwarti dinyatakan meninggal,” katanya. 

Hal tersebut membuat rekan dan keluarga korban bertanya-tanya. Beredar video rekaman puluhan buruh menggeruduk pihak RSUD Tugurejo dengan nada marah. Mereka meminta penjelasan dan data rekam medis terhadap korban Suwarti. Namun sejumlah petugas yang bertugas di ruang lobi rumah sakit tersebut hanya bisa terdiam. 

“(Kasus ini) Bukan main-main, mau saya angkat sampai ke menteri. Bukan dari keluarga, saya dari serikat pekerja yang menaungi dia (korban). Bisa-bisanya dinyatakan sehat, selang dua jam meninggal. Macam apa ini rumah sakit? Berapa kali anggota saya mati di sini? Ini persoalan serius,” kata pria dalam video tersebut di hadapan sejumlah petugas rumah sakit. 

Dijelaskan bahwa korban tidak mempunyai riwayat sakit dalam dan dinyatakan sehat oleh dokter dan diminta rawat jalan. “Sampai di tengah jalan muntah-muntah. Belum sampai rumah dibawa ke sini lagi (rumah sakit). Diminta rawat inap, selang dua jam meninggal. Ini rumah sakit macam apa? Nyawa jangan dibuat mainan. Kalau perlu direkturnya suruh ke sini sekalian. Pelayanan model apa kalau kayak gini,” ujar pria tersebut sembari membanting kursi. 

“Saya butuh datanya, siapa yang menangani, rekam mediknya seperti apa, jangan bilang nggak tahu,” katanya. 

Namun semua petugas yang bertugas di rumah sakit tersebut terdiam. “Saya tidak akan memberikan kalau bapak marah-marah,” jawab salah satu petugas perempuan. 

“Itu nyawa, nyawa anggota saya. Seperempat jam, saya akan diam, saya tunggu data dan rekam mediknya. Saya menuntut rumah sakit ini. Ya dijawab,” ungkap pria tersebut dengan nada teriak. 

Puluhan buruh didampingi Ketua Dewan Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, Pertambangan, Minyak, Gas Bumi dan Umum (FSP KEP) Jawa Tengah Ahmad Zainuddin. Buruh dari PT Randugarut Plastik Indonesia tersebut tetap menduduki RSUD Tugurejo guna meminta pertanggungjawaban dari pihak rumah sakit.

“Tiga hal yang kami minta, kami minta penjelasan dari pihak rumah sakit: siapa yang menangani, bagaimana pemeriksaan, bagaimana pertanggungjawaban dari pihak rumah sakit atas kejadian ini,” ujar Zainudin.

Hingga tengah malam, puluhan buruh masih bertahan di teras rumah sakit, mereka menggelar tahlilan untuk rekan mereka yang meninggal. “Persoalan ini jangan dianggap sepele. Ini soal nyawa. Sudah berkali-kali kejadian serupa, maka kami meminta pertanggungjawaban dari pihak rumah sakit,” tegas Ketua Kepengurusan Pimpinan Unit Kerja (PUK) Serikat Pekerja KEP PT Randugarut Plastik Indonesia (RPI), Susilo.

Setelah melalui beberapa kali negosiasi yang melibatkan Kasat Intelkam Polrestabes Semarang dan Kapolsek Ngaliyan, buruh membubarkan diri dan pertemuan direncanakan dilanjutkan Rabu, (8/1/2020) di RSUD Tugurejo.

Sementara itu, pihak RSUD Tugurejo Semarang Provinsi Jawa Tengah belum berhasil dikonfirmasi terkait permasalahan tersebut. (*)

 

editor : ricky fitriyanto