SEMARANG (jatengtoday.com) – Direktur RSUD Tugurejo Semarang dr Haryadi menjawab komplain terkait meninggalnya pasien bernama Suwarti, buruh PT Randugarut Plastik Indonesia (RPI). Suwarti sebelumnya dinyatakan sehat dan rawat jalan. Namun mendadak meninggal secara misterius.
Para buruh curiga ada kelalaian dalam pelayanan di rumah sakit tersebut alias terjadi malpraktik oleh oknum dokter. Mereka kemudian mendesak pihak rumah sakit memberikan penjelasan terkait rekam medik pasien.
Haryadi menjelaskan bahwa penanganan pasien atas nama Suwarti yang dinyatakan meninggal, telah sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO). “Penanganannya sudah sesuai dengan SPO. Ada seorang ibu datang ke IGD dan ditangani. Lalu dilakukan observasi selama satu jam lebih. Hasil observasi, penderita diperbolehkan pulang, kemudian disarankan untuk kontrol di poliklinik spesialis,” terangnya.
Dijelaskannya, penanganan di IGD dikenal ada istilah sistem triase. Setelah dilakukan pemeriksaan, kondisi pasien akan diketahui atau masuk ke dalam beberapa klasifikasi. “Pertama, kondisi gawat darurat, kedua, kondisi gawat tidak darurat, dan ketiga, kondisi tidak gawat tidak darurat. Kemudian ada lagi, datang sudah dalam kondisi meninggal. Prioritas penanganannya, gawat darurat dulu baru gawat tidak darurat,” katanya.
Dia memastikan semua pasien saat datang berbarengan, tetap dilakukan penanganan sesuai dengan prosedur. Namun perlakukan penanganannya berbeda-beda. “Di IGD rumah sakit kami ada dua dokter setiap shift. Sesuai hasil audit medik, (pasien Suwarti) telah ditangani sesuai dengan prosedur operasional,” katanya.
Mengapa pasien tersebut dipulangkan? Menurutnya karena sesuai hasil pemeriksaan, pasien tersebut termasuk kategori gawat tidak darurat. “Observasi di IGD tersebut pasien dalam kondisi cukup baik, kemudian boleh dipulangkan. Tetapi besok paginya disarankan untuk periksa di poliklinik spesialis,” katanya.
Namun setelah pulang, di tengah perjalanan, pasien tersebut dibawa ke RSUD Tugurejo kembali karena muntah-muntah. “Sudah beda perlakuannya, karena sudah dalam kondisi gawat darurat itu. Kemudian ditangani tim, dilakukan observasi selama satu jam lebih, kebetulan penderita sudah dinyatakan meninggal,” terangnya.
Pertama, berdasarkan keluhan pasien, yakni mual-mual, Haryadi menyebut bahwa pasien tersebut cenderung terkena gangguan saluran pencernaan. “Kedua, ada riwayat hipertensi. Dampak hipertensi bisa sistemik merembet ke sistem otak dan jantung,” katanya.
Mengenai komplain yang disampaikan oleh Serikat Pekerja KEP PT Randugarut Plastik Indonesia (RPI), pihaknya mengaku telah menjelaskan di dalam forum mediasi kepada perwakilan serikat pekerja. Permasalahan tersebut dinyatakan telah selesai. “Setelah kami jelaskan, mereka telah menerima penjelasan kami dengan baik,” katanya.
Wakil Direktur Pelayanan RSUD Tugurejo, dr Nugroho, menambahkan, munculnya permasalahan atau kesalahpahaman tersebut karena mereka belum mengetahui bagaimana proses penanganan pasien tersebut. Sehingga memunculkan persepsi yang salah.
“Pertemuan itu menjadi tabayyun teman-teman serikat pekerja kepada rumah sakit, kami menjelaskan tentang tata laksana di rumah sakit. Pertemuan dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan perbaikan pelayanan. Sebagai upaya untuk kebaikan bersama. Bahkan serikat pekerja memberikan apresiasi,” katanya.
Dilakukan pertemuan itu untuk klarifikasi agar situasi menjadi lebih cair. “Kemarin itu kan tengah malam, sehingga mereka emosi. Jadi penjelasan apapun tidak masuk. Alhamdulillah sudah dijelaskan oleh Pak Direktur dan dimediasi oleh aparat,” katanya.
Sebelumnya, Ketua Kepengurusan Pimpinan Unit Kerja (PUK) Serikat Pekerja KEP PT Randugarut Plastik Indonesia (RPI), Susilo, mengatakan persoalan seperti ini jangan dianggap sepele. “Ini soal nyawa. Sudah berkali-kali kejadian serupa, maka kami meminta pertanggungjawaban dari pihak rumah sakit,” tegasnya.
Puluhan buruh sempat menggeruduk RSUD Tugurejo dengan nada marah. Mereka meminta penjelasan dan data rekam medis terhadap korban Suwarti. Namun sejumlah petugas yang bertugas di ruang lobi rumah sakit tersebut hanya bisa terdiam.
“(Kasus ini) Bukan main-main, mau saya angkat sampai ke menteri. Bukan dari keluarga, saya dari serikat pekerja yang menaungi dia (korban). Bisa-bisanya dinyatakan sehat, selang dua jam meninggal. Macam apa ini rumah sakit? Berapa kali anggota saya mati di sini? Ini persoalan serius,” kata pria dalam video tersebut di hadapan sejumlah petugas rumah sakit.
Dijelaskan bahwa korban tidak mempunyai riwayat sakit dalam dan dinyatakan sehat oleh dokter dan diminta rawat jalan. “Sampai di tengah jalan muntah-muntah. Belum sampai rumah dibawa ke sini lagi (rumah sakit). Diminta rawat inap, selang dua jam meninggal. Ini rumah sakit macam apa? Nyawa jangan dibuat mainan. Kalau perlu direkturnya suruh ke sini sekalian. Pelayanan model apa kalau kayak gini,” ujar pria tersebut sembari membanting kursi.
“Saya butuh datanya, siapa yang menangani, rekam mediknya seperti apa, jangan bilang nggak tahu,” katanya. (*)
editor : ricky fitriyanto