SEMARANG (jatengtoday.com) – Penerapan Converter Gas Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang dijadikan role model project The Joint Crediting Mechanism (JCM) International terkait pengelolaan bidang transportasi.
Hal tersebut dikupas oleh Institute for Global Environmental Strategies (IGES) bekerjasama dengan Kemenko Perekonomian dalam “Seminar on Climate Actions and The Joint Crediting Mechanism (JCM) in Indonesia”, di Hotel Aryaduta, Jakarta, Kamis (7/2/2019).
Kepala Badan Layanan Umum (BLU) UPTD Trans Semarang, Ade Bhakti Ariawan menceritakan tentang project Converter Gas BRT Trans Semarang.
“Penggunaan bahan bakar Bus Trans Semarang yang tadinya 100 persen menggunakan solar, kini bisa menggunakan gas (CNG) dengan perbandingan 70 persen gas : 30 persen solar,” ungkapnya dalam rilis yang diterima jatengtoday.com, Jumat (8/2/2019).
Dikatakannya, project converter gas yang dilaksanakan di Trans Semarang dilaunching pada 9 Januari 2019. Ade bercerita, pembicaraan tentang project ini dimulai pada September 2017. Kala itu, Kota Semarang dan Kota Toyama Jepang tergabung dalam jejaring 100 Kota Dunia berketahanan tangguh.
“Dari pembicaraan awal itu, muncullah ide dari kedua kota untuk merealisasikan hal-hal yang sifatnya nyata dan bisa langsung dirasakan manfaatnya bagi kedua kota,” kata Ade.
Ada beberapa ide dan gagasan yang dapat dikembangkan, yakni solar panel untuk sekolah, micro hydro untuk perkampungan, dan konversi bahan bakar solar ke gas untuk BRT Trans Semarang. “Alhamdulilah, dari beberapa project JCM di Semarang, khusus untuk yang BRT kami ini berjalan cepat dan sesuai dengan time schedule,” katanya.
Ade melanjutkan Trans Semarang harus mengirimkan dokumen dalam bentuk proposal kepada Kementerian Lingkungan Hidup Jepang untuk mendapatkan approval pembiayaan project ini. “Bulan Februari 2018, waktu itu dokumen disiapkan dan kami kirim ke KLH Jepang,” ungkap ade.
Dijelaskan, project tersebut bermuara dalam upaya penurunan atau pengurangan emisi. Skema Join Credit Mecanism (JCM) melibatkan banyak pihak. Antara lain, Kementerian, kota, perusahaan, BUMN, dan pihak ketiga di kedua negara.
Pihaknya melakukan koordinasi dengan Kementerian ESDM terkait ketersediaan CNG di Semarang. “Karena di Semarang sudah ada 3 SPBG di Mangkang, Penggaron dan Kaligawe, tapi ketiga SPBG tersebut belum bisa mendistribusikan gas pada waktu itu,” katanya.
Pada pertengahan 2018, Menteri ESDM mengeluarkan keputusan tentang penunjukan Pertamina sebagai penyedia gas di Semarang. Hal ini ditindaklanjuti oleh Pertamina dengan menugaskan PT Pertagas Niaga selaku anak perusahaan Pertamina yang bergerak di bidang gas.
“Saat ini, komitmen dari Pertagas Niaga, selama jaringan pipa di Semarang belum tersambung untuk ketiga SPBG, maka Pertagas Niaga menyediakan MRU (Mobile Refueling Unit) untuk menjamin ketersediaan CNG untuk BRT Trans Semarang,” katanya.
Ade melanjutkan, berbagai macam kendala sempat dialami, namun akhirnya project ini bisa diselesaikan di akhir 2018 lalu. “Harapan kami, project ini bukan project pertama dan terakhir dari JCM Indonesia untuk Trans Semarang. Semoga komitmen kuat Kota Semarang untuk mengurangi tingkat polusi udara di kota ini mendapat support dari berbagai pihak,” katanya.
Dicky Edwin Hindarto, Advisor untuk JCM Indonesia menyatakan, Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang mempunyai komitmen paling tinggi di dalam penurunan emisi. “Selama 5 tahun lebih JCM Indonesia sudah mengerjakan 32 project terkait kehutanan, efisiensi energi dan energi terbarukan,” katanya.
Sementara Programme Manager Climate and Energy Area dari IGES Jepang, Mr. Kentaro Takahashi menyampaikan hal senada, implementasi JCM adalah salah satu pembelajaran bagi Jepang dan negara sahabat. “Diharapkan, JCM akan masuk menjadi bagian dari implementasi, yaitu pembiayaan berdasar mekanisme pasar dan non pasar,” katanya. (*)
editor : ricky fitriyanto