SEMARANG (jatengtoday.com) – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Semarang mendukung larangan mantan narapidana koruptor untuk mendaftar sebagai calon kepala daerah. Tujuannya, agar calon-calon di pilkada 2020 besok benar-benar mempunyai track record yang baik.
Hal tersebut diungkapkan Koordinator Divisi Hukum, Data, dan Informasi Bawaslu Kota Semarang Arief Rahman saat Konferensi Pers Persiapan Pilwakot Semarang 2020, Jumat (29/11/2019) sore.
Menurutnya, hingga saat ini belum ada landasan hukum yang mengatur soal pelarangan itu. Baik di Undang-Undang maupun Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
Namun, masih ada kemungkinan pemasukan pasal larangan itu. Sebab, Undang-Undang No 10 Tahun 2019 tetang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, sedang di-judicial review di Mahkamah Agung RI. Sementara PKPU No 14 Tahun 2018 tentang Pencalonan masih proses uji publik.
“Bagi kami sebagai penyelenggara, berharap pasal tersebut bisa dimasukkan. Karena bagaimanapun proses demokrasi harus diupayakan bersih dari koruptor,” tegasnya.
Apalagi, kata Arief, di Jawa Tengah sudah ada kejadian. Yakni HM Tamzil yang merupakan eks napi koruptor ikut berkontestasi di Pilkada Kudus. Setelah menang dan jadi Bupati, ia malah kena operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Saat ini kasusnya masih bergulir.
“Ini yang kami khawatirkan. Kami tidak ingin Kota Semarang seperti itu. Sehingga, Bawaslu Semarang mendorong penuh pencantuman pasal pelarangan eks napi koruptor,” imbuh Arief.
Dia juga berharap agar pasal pelarangan itu tidak hanya diakomodir di PKPU saja atau di UU saja, melainkan harus di keduanya.
Dia mencontohkan Pemilu 2019 lalu yang sudah mencantumkan pelarangan eks napi koruptor di PKPU. Namun, karena UU belum memuatnya, akhirnya banyak eks koruptor yang bisa lolos tahap pendaftaran.
“Kemarin kan ada beberapa Caleg yang merasa dirugikan akibat pasal larangan itu, akhirnya mengajukan sengketa. Kemudian, karena dasar hukumnya kurang kuat, hampir semua Bawaslu di Indonesia yang menangani sengketa itu, kalah dan memperbolehkannya untuk nyalon,” bebernya.
Sejauh informasi yang didapat dari Bawaslu RI, ada tiga konsentrasi di dalam pembahasan UU No 10 tahun 2019. Pertama soal nomenklatur Panwaslu menjadi Bawaslu, kedua soal kewenangan Bawaslu, ketiga dimuatnya pasal larangan eks napi koruptor.
Sehingga, pasal pelarangan pendaftaran eks koruptor ini masih jadi perdebatan. Menurutnya, kalau sampai tahap pendaftaran nanti UU dan PKPU belum mengcover, maka mantan koruptor masih diperbolehkan menjadi kepala daerah. (*)
editor : ricky fitriyanto