SEMARANG (jatengtoday.com) – Banyaknya Tenaga Kerja Asing (TKA) yang menyerbu Jateng, di semester awal 2018 ini cukup fantastis. Kenaikannya tujuh kali lipat jika dibandingkan akhir 2017 lalu. Yakni dari 2.119 TKA, menjadi 14.148 TKA.
Meski begitu, tenaga kerja lokal tak perlu khawatir tidak kebagian lapangan pekerjaan. Sebab, pengusaha tidak akan betah mengontrak TKA dengan jangka waktu panjang.
Menanggapi fenomena itu, Ketua Apindo Jateng, Frans Kongi menganggap wajar. Pasalnya, belakangan jumlah investasi dari penanaman modal asing (PMA) di Jateng memang naik signifikan. Praktis mereka akan membawa tenaga kerja dari daerah asal untuk mengoperasikan pekerjaan-pekerjaan khusus yang belum bisa digarap tenaga kerja lokal.
“Kenaikan TKA itu masih wajar kalau melihat peningkatan investasi di sini (Jateng). Dan kami yakin, para pengusaha itu tidak asal merekrut TKA,” tuturnya, Jumat (3/8).
Dijelaskan, mempekerjakan TKA butuh ongkos lebih mahal. Karena selain harus memberikan upah yang lebih tinggi dari tenaga kerja lokal, juga harus mengurus akomodasi. Setidaknya pengusaha harus membayar pajak sebesar USD 1.200 per tahun per TKA.
“Sebenarnya pengusaha mempekerjakan TKA itu kalau memang benar-benar dibutuhkan. Karena ongkosnya mahal. Sama seperti TKI (tenaga kerja Indonesia). Katakanlah kalau kerja di sini, upahnya Rp 2 juta. Tapi kalau kerja di luar negeri, bisa dapat 2-3 kali lipat,” paparnya.
Artinya, jika TKA tidak bisa menjadi ‘pemain kunci’ di perusahaan, pengusaha tidak akan merekrutnya. Dia mencontohkan, TKA yang diposisikan di bagian pemasaran pada perusahaan tekstil. Ketika mengincar pasar ekspor, TKA akan lebih tahu budaya dan tren fashion di negara mereka.
“Sehingga perusahaan lebih mudah merebut pasar. Coba bayangkan kalau pakai tenaga kerja lokal. Selain keterbatasan komunikasi mereka juga tidak begitu paham soal budaya negara yang jadi incaran ekspor,” terangnya.
Dia juga mencontohkan soal penjahit. Selama ini, banyak yang menganggap pekerjaan menjahit bisa dilakukan semua tenaga kerja lokal. “Padahal, ada bagian-bagian yang memang butuh ahlinya. Tidak sembarang orang menguasai tekniknya. Jadi memang butuh TKA untuk menjahit bagian khusus itu. Jadi tidak bisa dipukul rata kalau tenaga penjahit harus dari lokal,” tegasnya.
Meski begitu, dia mengakui, TKA berkemampuan khusus itu harus didorong untuk mentransfer ilmu kepada tenaga kerja lokal. Agar perusahaan bisa melepas TKA untuk digantikan tenaga kerja lokal yang ongkosnya lebih murah. (ajie mh)
editor : ricky fitriyanto