SEMARANG (jatengtoday.com) – Rencana penerapan sistem parkir berlangganan yang direncanakan diujicoba di Kota Semarang pada November 2018 ternyata molor. DPRD Kota Semarang menilai hal itu akibat perencanaan yang kurang matang.
Pasalnya banyak instrumen yang harus dipersiapkan secara komprehensif. Tentu saja tidak semudah membalikkan telapak tangan. Selain secara teknis pelaksanaan, pendataan, perlengkapan dan infrastruktur pendukung, payung hukum, maupun anggaran, hal yang tidak kalah penting adalah strategi meminimalisasi terjadinya konflik di lapangan.
Sebab, selama ini pengelolaan parkir di Kota Semarang melibatkan mata rantai yang panjang dan kompleks. Ada banyak pihak kelompok swasta, maupun oknum tak bertanggungjawab turut bermain dalam perputaran uang parkir. Mata rantai ini bakal terputus dengan diterapkannya parkir berlangganan.
“Ini jelas tidak mudah, karena kebiasaan mereka mendapat uang secara langsung. Nanti ada proses peralihan juru parkir yang tadinya mencari uang sendiri, sekarang tidak dapat uang secara langsung. Tapi digaji oleh Pemkot Semarang. Ini perlu adaptasi secara teknis dan psikologis,” kata Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Semarang Wachid Nurmiyanto.
Tidak hanya itu, kata Wachid, termasuk melakukan penataan mata rantai pengelolaan parkir konvensional yang melibatkan banyak pihak swasta. Tujuannya agar jangan sampai terjadi keributan ala “premanisme”, apalagi hingga menimbulkan korban.
“Pengelolaan parkir di lapangan ini memiliki permasalahan yang kompleks dan rentan berpotensi konflik. Maka perlu dikomunikasikan dengan baik agar muncul formula yang tepat. Win-win solution,” katanya.
Wachid melihat ada banyak hal yang belum dibahas secara mendalam dan bagaimana cara mengatasinya. Salah satu yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa parkir berlangganan ini nanti penarikannya digabungkan dengan pembayaran pajak STNK kendaraan.
“Perlu diketahui, pajak kendaraan ini dikelola oleh Pemerintah Provinsi Jateng. Artinya, retribusi parkir berlangganan ini menumpang di situ. Maka judulnya adalah pendapatan provinsi, walaupun itu retribusi parkir milik Pemkot Semarang,” katanya.
Maka sistem pengelolaan keuangannya, lanjut dia, pendapatan parkir milik Pemkot Semarang ini masuk ke Kasda Pemprov Jateng. Pemprov akan menghitung lagi dan mengeluarkan uang retribusi parkir berlangganan ini dari kasnya baru kemudian dimasukkan ke Kasda Kota Semarang.
“Ini nanti dianggap sebagai bantuan keuangan, judulnya bukan retribusi parkir. Jadi, rantai pengelolaan keuangan sistem parkir berlangganan ini tidak semudah yang dibayangkan,” bebernya.
Wachid meminta agar Dishub Kota Semarang melengkapi instrumen apa saja yang harus disiapkan. Semua hal yang memiliki potensi masalah perlu diantisipasi sejak awal. Termasuk rambu-rambu, mesin parkir meter, kesiapan petugas atau pengawas parkir, maupun sistem dan anggaran penggajian petugas parkir harus disiapkan.
“Petugas parkir nanti menggunakan sistem gaji sesuai UMR Kota Semarang. Mereka tidak bisa memungut secara langsung. Petugas parkir tidak lagi menarik uang, tetapi hanya menata motor atau mobil yang parkir agar tertata rapi dan tidak menimbulkan kemacetan,” katanya.
Selain itu, perlu identifikasi bahwa setiap mobil maupun motor yang menggunakan parkir berlangganan harus memiliki tanda. “Sehingga apabila ada mobil atau motor yang tidak memiliki tanda, petugas wajib menarik parkir menggunakan parking meter atau manual. Saya yakin tidak semua warga di Kota Semarang ini mau mengikuti parkir berlangganan,” katanya.
Permasalahan lain adalah bagaimana menangani pengendara kendaraan yang berasal dari luar daerah Kota Semarang? Mereka tidak bisa ditarik menggunakan parkir berlangganan. Sebab, parkir berlangganan ini hanya bisa diterapkan bagi warga Kota Semarang. Hal-hal seperti itu harus dipikirkan.
“Permasalahan itu memang pernah disinggung dalam rapat bersama Dishub, perwakilan dari Pemprov Jateng bersama DPRD Kota Semarang. Namun pembahasan secara serius dan komprehensif belum dilakukan,” katanya.
Regulasi atas kebijakan tersebut harus ada, sehingga nanti kebijakan apapun yang akan dilaksanakan memiliki payung hukum. Wachid menilai, inventarisasi titik parkir juga perlu dikaji ulang. “Sebab, masih sangat dimungkinkan adanya titik parkir yang belum dimasukkan,” katanya.
Dishub tadinya ditarget Rp 30 miliar, namun berdasarkan hasil kajian potensi pendapatan parkir menggunakan sistem parkir berlangganan, targetnya menjadi Rp 128 miliar di 2019 dari ribuan titik parkir.
“Datanya harus jelas, karena berkaitan dengan anggaran gaji operator parkir yang akan diajukan oleh Dishub dari APBD Kota Semarang,” bebernya.
Hal yang tidak kalah penting adalah sosialisasi kepada para jukir yang akan dilibatkan sebagai operator. Mereka harus bisa bekerja sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP). “Ini tidak mudah, perlu sosialisasi secara intens. Baik sosialisasi bagi para jukir maupun kepada masyarakat Kota Semarang,” katanya. (*)
editor : ricky fitriyanto