in

Akademisi: New Normal Hanya Selamatkan Ekonomi, Bukan Menekan Penyebaran Corona

SEMARANG (jatengtoday.com) – Penerapan new normal dinilai tidak bisa menekan angka penyebaran virus corona secara signifikan. Melainkan untuk menyelamatkan ekonomi yang kondisinya sedang mengkhawatirkan.

Hal tersebut diungkapkan akademisi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Ahmad Khairudin. Dosen Antopologi di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) yang akrab disapa Adin ini menilai, penerapan normal baru tidak akan benar-benar menurunkan angka sebaran Covid-19.

“Wacana normal baru ini lebih fokus kepada kebutuhan ekonomi di negara kita. Untuk penanganan Covid, saya rasa bukan karena memang vaksinnya belum ditemukan,” jelasnya, Selasa (9/6/2020).

Apa pun alasannya, menurut Adin, regulasi new normal bakal menjadi kebijakan yang efektif. Asal diterapkan dengan tegas.

“Ya pemerintah harus tegas nantinya, menyiapkan semua instrumennya. Karena kecenderungan masyarakat kita banyak yang sembrono. Maka itu harus jelas sanksinya, dan tegas. Kayak KAI lah, bisa merevolusi masyarakat kita. Karena aturan jelas, petugasnya tegas,” paparnya.

Selain itu, penerapan normal baru ini dapat menjadi sebuah kebijakan yang memiliki dampak masif di masyarakat. Dia menyoroti kebiasaan masyarakat yang berubah sejak pandemi. Mulai dari cara berkomunikasi antar orang, optimalisasi rapat-rapat perusahaan, dan makin banyak orang yang tergantung dengan gadget.

“Ini akan mengubah cara pikir orang dalam berkomunikasi. Misalnya dulu orang harus bertatap muka saat lebaran, atau rapat tertentu. Saat ini cukup menggunakan aplikasi komunikasi sudah bisa diterima,” jelas pentolan Hysteria ini.

Bukan hanya cara berkomunikasi masyarakat, pola bisnis juga telah berubah yang semula offline kemudian mengikuti pola online. Tapi melihat tradisi masyarakat di Indonesia, masih harus ada tatap muka.

“Maka itu pemerintah mengambil kebijakan seperti misalnya Pasar di Salatiga ditata sedemikian rupa agar jaraknya terjaga. Marketplace online sudah masif, tapi pasar tradisional itu pasti tetap ada dan ada solusinya,” tuturnya.

Jika melihat kemungkinan efek domino dari kebijakan new normal, Adin optimistis, bisa menjadi embrio budaya baru di masyarakat. Meski begitu, masih memerlukan riset dan kajian lebih jauh terkait hal itu.

“Jika hal ini berlangsung lebih dari setahun, bisa saja ini menjadi budaya baru bagi masyarakat,” katanya.

Menurutnya penerapan normal baru tidak perlu langsung secara merata di Indonesia. Penerapannya perlu dibuatkan dulu proyek percontohannya.

“Percontohan di beberapa wilayah. Harapannya nanti bisa diaplikasikan ke wilayah lain. Memang pasti ada beberapa perubahan struktural jika di wilayah lain. Tapi dengan percontohan akan memudahkan pemerintah untuk menerapkan normal baru sesuai wilayah masing-masing,” tandasnya. (*)

 

editor: ricky fitriyanto

Ajie MH.