SEMARANG (jatengtoday.com) – Nasib sebanyak 120 Kepala Keluarga (KK) di Kelurahan Wonosari, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, berada di ujung tanduk. Ancaman penggusuran telah mengadang di depan mata. Mereka hanya bisa pasrah menghadapi regulasi Dinas Tata Ruang (Distaru) Kota Semarang yang ‘mengusir’ secara halus.
Pasalnya, Surat Peringatan 1 (SP1) dan SP2, telah dilayangkan dan diterima warga. Artinya, waktu terus bergulir menuju detik-detik eksekusi. Sebab, selangkah lagi SP3 dan jika warga tetap tidak mau meninggalkan lokasi, maka Satpol PP Kota Semarang segera menjalankan tugas untuk meluluhlantakkan rumah-rumah warga rata dengan tanah.
Sementara proses pembangunan sebuah perusahaan yang telah mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di kampung itu sudah dimulai. Sekeliling permukiman warga telah ditanami beton sebagai pagar pembatas.
“Bahkan jalan utama menuju permukiman warga telah ditutup cor, kami harus mencari jalan lain, rumah saya sudah dikelilingi pagar,” ungkap salah satu warga Wonosari, Kasman kepada jatengtoday.com, Jumat (28/8/2020).
Meski begitu, warga di permukiman tersebut mengaku tidak akan patah arah untuk terus berjuang mempertahankan hak. Warga resah karena saat ini telah diberikan SP2. “Pada Kamis (27/8/2020) kemarin, warga dipanggil ke Distaru terkait panggilan SP2 tersebut. Namun warga menyatakan untuk keluar ruangan dan tidak melanjutkan pertemuan, karena juru bicara warga atau sesepuh tidak diperbolehkan masuk. Akhirnya warga memutuskan untuk mengadu ke Kantor Wali Kota Semarang,” ujarnya.

Salah satu sesepuh warga, Suparno, menjelaska, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi dalam kesempatan tersebut tidak bisa menemui warga. Dia diwakili Plt Kepala Distaru Kota Semarang Irwansyah dan Kepala Bidang Pengawasan Dinas Penataaan Ruang (Distaru) Kota Semarang, Nik Sutiyani serta beberapa pejabat lain.
“Ada lima perwakilan warga yang ditunjuk untuk audiensi, termasuk saya untuk mewakili warga. Kami menyampaikan bahwa kondisi warga saya ini sangat resah, dengan adanya pembangunan pondasi pagar arkon yang mengelilingi tempat tinggal mereka,” katanya.
Pada prinsipnya warga meminta keadilan mengapa hal tersebut bisa terjadi. Warga saat dipanggil Distaru ditanyakan apakah memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB)? Karena tidak memiliki IMB inilah kemudian muncul SP1 dan SP2. Selanjutnya akan dilakukan penyegelan dan dipasang papan pengawasan.
“Pengawasan apa? Warga sudah tinggal dan beraktivitas sejak tahun 2000-2008 silam. Sehingga warga keberatan menerima SP1, SP2 tersebut. Sebab sedikitnya ada tiga kejanggalan yang dipertanyakan warga,” katanya.
Tiga kejanggalan yang harus dijawab oleh Distaru Kota Semarang, terang Suparno, pertama, mengapa bisa muncul IMB atas nama Ryan Wibowo? Berdasarkan foto yang ditunjukkan kepada warga, IMB tersebut diterbitkan pada 15 Juni 2020 dan 3 Juni 2020 untuk dua bidang lahan. Sedangkan kondisi di lokasi berupa perkampungan yang dihuni banyak warga.
“Apakah bisa IMB muncul tanpa cek lokasi? Apakah bisa IMB diterbitkan padahal di situ banyak rumah warga? Apakah yang mengukur itu tidak melihat kondisi di lapangan?” ujarnya mempertanyakan.
Kedua, terbitnya sertifikat baru atas nama Ryan Wibowo pada 2015. Padahal warga menempati lahan tersebut sejak 2000-2008. Sertifikat warga rata-rata diterbitkan pada 1975-1976. Namun warga hanya bisa menunjukkan dokumen fotokopi. “Di sertifikat atas nama Ryan Wibowo tercatat bahwa di situ merupakan lahan kosong. Apakah saat proses penerbitan sertifikat tanah tersebut tidak mengecek lokasi? Faktanya adalah permukiman warga,” katanya.
Ketiga, kalau memang terbitnya sertifikat tersebut telah memenuhi prosedur, lantas dari mana orang baru yang mengklaim memiliki sertifikat tanah tersebut berasal? Secara fisik, warga tidak mempermasalahkan sertifikat tersebut. Sebab, memang asli produk dari BPN.
“Yang kami pertanyakan proses munculnya sertifikat tersebut. Kalau beli dari siapa? Siapa yang menjual? Pihak Distaru tidak bisa menjawab dengan alasan ranah Badan Pertanahan Nasional (BPN),” bebernya.
Yang jelas, kata Suparno, kondisi warga saat ini sangat memprihatinkan. Ia juga meminta agar Wali Kota Semarang, maupun pejabat terkait meninjau lokasi agar mengetahui bagaimana keresahan warga di lapangan.
“Jalan ditutup, padahal dulu jalan tersebut merupakan swadaya masyarakat. Yang lebih fatal lagi ada empat rumah warga yang sudah kondisi terkepung tembok pondasi pagar,” katanya.
Plt Kepala Distaru Kota Semarang Irwansyah menjanjikan akan mendampingi warga untuk klarifikasi di BPN. Termasuk meminta Kepala Bidang Pengawasan Dinas Penataaan Ruang (Distaru) Kota Semarang, Nik Sutiyani untuk menghentikan SP kepada warga sementara. (*)
editor: ricky fitriyanto