in

Merasa Dipingpong, Warga Wonosari Terus Perjuangkan Rumahnya dari Ancaman Penggusuran

SEMARANG (jatengtoday.com) – Ratusan warga yang tinggal di RW 10 Kelurahan Wonosari, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang masih terus berjuang mempertahankan tempat tinggalnya. Sebab jika diam, mereka terancam tergusur.

Menurut informasi, sengketa lahan di lokasi tersebut memang sudah bergulir cukup lama. Warga yang tinggal puluhan tahun hingga berganti generasi kesulitan untuk mengurus surat tanahnya, termasuk mengurus status kependudukan.

Belakangan sengketa kembali meruncing setelah ada pihak luar daerah yang mengklaim memiliki surat tanah. Namanya Ryan Wibowo. Sejak awal tahun 2020 ini, ia mengerahkan pekerja untuk melakukan pembangunan di kampung tersebut.

Pantauan di lokasi, salah satu bangunan yang sudah berdiri adalah pagar dengan tembok beton. Ada dua titik. Pertama luasnya sekitar 528 meter persegi, kedua 464 meter persegi. Pagar tersebut didirikan mengelilingi kampung. Bahkan di dalamnya masih terdapat rumah-rumah warga.

“Ya gini kondisinya, pagar sudah hampir muter. Tinggal pintu masuknya saja. Kalau nanti yang depan ditutup, kami nggak bisa keluar-keluar lagi. Terkurung,” ucap salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.

Warga yang rumahnya berada di luar pagar ternyata juga sama gelisahnya. Mereka khawatir jika ada satu yang kehilangan rumah, rumah-rumah milik warga lain juga terancam. Akhirnya mereka sepakat untuk melakukan penolakan.

Meminta Bantuan

Salah satu warga, Kyai Zainuri mengungkapkan, meski geram bukan kepalang, pihaknya masih berusaha menghadapi dengan kepala dingin. Mereka enggan berkonfrontasi, apalagi sampai bermain fisik.

Akhirnya jalan yang ditempuh adalah meminta bantuan negara. Mulai dari menghadap Ketua RT, RW, Lurah, hingga Camat sudah dilakukan, tetapi belum menemui titik terang. Kemudian mengadu ke DPRD Kota Semarang. Sayangnya karena ketidaktahuannya, warga diminta merevisi surat aduan berkali-kali.

Pada 20 Juli 2020, sebanyak 19 perwakilan warga kembali mendatangi kantor DPRD Kota Semarang. Setelah menunggu beberapa jam, mereka lalu ditemui langsung oleh pimpinan dewan beserta jajarannya, dengan agenda silaturahmi.

Saat itu, Ketua DPRD Kota Semarang Kadarlusman alias Pilus menyambut baik kedatangannya dan mendengarkan segala keluh kesah warganya. Namun, ia belum bisa mengambil keputusan.

Pihaknya berjanji akan berdiskusi internal dengan Komisi A yang membidangi pertanahan untuk menelaah sengketa ini. “Jika sudah selesai, nanti akan kami gelar audiensi dengan menghadirkan pihak-pihak terkait,” janji Pilus saat itu.

Namun, hingga berita ini diterbitkan, warga belum mendapat kepastian waktu audiensi. Di sisi lain, pembangunan di lahan sengketa masih terus berjalan dan warga semakin tertekan.

Warga Dilaporkan Satpol PP

Sehari kemudian, 21 Juli 2020 beberapa warga datang ke kantor Satpol PP Kota Semarang. Kali ini bukan untuk meminta bantuan, tetapi justru warga yang diundang secara khusus untuk keperluan klarifikasi.

Ternyata, warga dilaporkan atas kasus dugaan melakukan tindak pidana ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 ayat 1 jo Pasal 20 Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bangunan Gedung.

Berdasarkan salinan surat pemanggilan yang jatengtoday.com dapatkan, pelapornya tak lain adalah Ryan Wibowo, orang yang baru-baru ini mengklaim sebagai pemilik sah tanah warga.

Pada surat itu disebutkan, penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Satpol PP hendak melakukan penyelidikan seputar kegiatan bangunan di wilayah RW 10 Kelurahan Wonosari. Warga diminta membawa dokumen dan bukti terkait yang dimiliki.

Saat dikonfirmasi terkait ini, perwakilan warga, Suparno membenarkan bahwa warga dipanggil dan dicecar berbagai pertanyaan. Namun usai pemeriksaan, warga sepakat menolak membubuhkan tanda tangan pada berita acara pemeriksaan (BAP).

Sikap itu dilakukan karena di awal pihak Satpol PP memberitahu bahwa hasil keterangan para warga hanya akan digunakan untuk bekal jika nanti ditanya pihak DPRD. “Kalau tujuannya hanya untuk cari informasi kan sudah kami berikan semua, ngapain harus tanda tangan segala,” ucapnya.

Kabid Penegakan Perda Satpol PP Kota Semarang Marthen S Da Costa pun akhirnya menghargai pendapat warga. Namun dia meminta supaya nantinya warga bersedia memberikan keterangan lanjutan apabila diperlukan.

Meminta Kepastian Distaru

Perjuangan warga belum berhenti. Pada 22 Juli 2020 mereka mendatangi kantor Dinas Penataan Ruang (Distaru) Kota Semarang. Kedatangan untuk menagih komitmen Distaru supaya memerintahkan penghentian aktivitas pembangunan di lahan sengketa.

Desakan itu dilakukan karena sebelumnya warga mengetahui bahwa per 7 April 2020 lalu, Distaru Kota Semarang telah mengeluarkan surat peringatan (SP) pertama untuk pihak yang membangun. Sebab, saat itu izin mendirikan bangunan (IMB)-nya ditengarai belum keluar.

“Kami yakin betul kalau pembangunan itu dimulai sebelum ada IMB. Itu sudah di-SP, tapi nyatanya pembangunan terus berjalan. Kami mohon ketegasan Distaru karena ini sudah tiga minggu dari SP pertama,” ujar Suparno saat ditemui, Jumat (24/7/2020).

Dia bersama warga lain mengaku kecewa penyelesaian sengketa ini terkesan berlarut-larut. Semua pihak yang dimintai tolong saling melempar tanggung jawab. Sehingga mereka merasa dipingpong.

“Buktinya kami sudah lama melayangkan surat ke dewan, sampai sekarang belum kabar kapan audiensi. Tapi kalau pihak sebelah yang melaporkan langsung direspon, warga langsung di BAP. Ini kenapa?” tanya Suparno. (*)

 

editor: ricky fitriyanto 

 

Baihaqi Annizar