SEMARANG (jatengtoday.com) – Sungguh miris. Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) memukul telak roda ekonomi di Kota Semarang. Selama masa pandemi Covid-19, tercatat 80 perusahaan di Kota Semarang melakukan PHK kepada karyawannya.
Dari jumlah 80 perusahaan tersebut, Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Semarang mencatat sedikitnya 5.900 buruh terdampak PHK dan 8.000 buruh dirumahkan. Rata-rata kasus PHK tanpa pemberian pesangon sesuai aturan Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan.
“Tercatat ada 5.900 buruh yang terdampak pemutusan hubungan kerja. Selain itu, kurang lebih 8.000 buruh dirumahkan. Kebanyakan perusahaan yang melakukan PHK tersebut bergerak di bidang garmen,” kata Sekretaris Disnaker Kota Semarang, Ekwan Priyanto, Kamis (30/7/2020).
Dikatakannya, alasan manajemen perusahaan melakukan PHK maupun merumahkan karyawan sebagian besar karena tersendatnya perputaran ekonomi akibat pandemi corona secara global. “Namun juga ada permasalahan lain, tidak mampu berproduksi atau harus pindah ke wilayah lain,” terang dia.
Menurut dia, pemerintah sebetulnya telah meminta kepada perusahaan agar tidak melakukan PHK di masa pandemi. Jika ada permasalahan agar bisa diselesaikan dengan cara musyawarah antar kedua belah pihak. “Tapi pada kenyataannya memang ada yang melakukan PHK. Ini memang ironis,” ujarnya.
Data Disnaker Kota Semarang tersebut tidak menutup kemungkinan akan terus bertambah. Sebab masih dimungkinkan adanya kasus PHK yang tidak melaporkan ke Disnaker.
Ketua DPW Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jawa Tengah Aulia Hakim mencatat sekurangnya ada 6.000 ribu pekerja terkena PHK. “Kami mendirikan posko PHK di Jateng dan Kota Semarang. Data kami ada 6.000 orang yang terkena PHK. Kami berharap agar jangan sampai Covid-19 menjadi alasan perusahaan untuk melakukan PHK. Perusahaan nakal memanfaatkan kondisi pandemi ini untuk melakukan PHK dengan tujuan mengurangi hak pesangon dari buruh,” katanya.
Maka dari itu, pihaknya mendesak agar dilakukan pencabutan keputusan dewan pengupahan Provinsi Jawa Tengah yang menetapkan force majeure sebagai dampak Covid-19, karena melebihi kewenangannya. “Ini menjadi alasan pengusaha melakukan PHK, bisa berbahaya,” katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Semarang, Rahmulyo Adi Wibowo meminta kondisi ini harus menjadi perhatian Disnaker Kota Semarang untuk mengambil langkah.
“Saya sangat prihatin atas banyaknya kasus PHK ini. Disnaker harus melakukan komunikasi dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Semarang. Situasi pandemi seperti ini jangan ada PHK,” katanya. (*)
editor : ricky fitriyanto