MENTERI Ketenagakerjaan Yassierli mengungkapkan bahwa terdapat 24.036 orang yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dari bulan Januari sampai 23 April 2025. Pernyataan tersebut sekaligus merinci angka tertinggi PHK terdapat di Provinsi Jawa Tengah dengan 10.692, kemudian terdapat DKI Jakarta sebesar 4.649 orang dan Riau sebesar 3.546 orang. Kondisi PHK di Jawa Tengah tidak terlepas dari putusan pailit yang dialami perusahaan tekstil Sritex.
Tekanan besar dialami oleh perusahaan-perusahaan di beberapa industri termasuk yang berorientasi padat karya. Faktor penyebab dari sisi eksternal di antaranya yaitu permintaan global yang belum stabil, kebijakan proteksionisme yang ditargetkan oleh Amerika Serikat, dan banjir produk impor terutama dari negara Tiongkok.
Sedangkan dari sisi internal yaitu masih adanya ketidakpastian hukum yang menjamin usaha secara berkelanjutan dan kecenderungan penurunan permintaan dalam negeri. Kondisi tersebut dibuktikan dengan kembali lesunya Indeks Manajer Pembelian atau Purchasing Manager’s Index (PMI) Indonesia pada April 2025 ke level 46 ,7 dari level 52,4 pada bulan sebelumnya.
Kebijakan Stimulus Ekonomi
Stimulus kebijakan berperan penting untuk mendorong dari sisi produksi maupun konsumsi masyarakat. Pemerintah memberikan dorongan berupa potongan tarif listrik, potongan harga tiket pesawat, optimalisasi bantuan sosial, dan subsidi bunga 5 % untuk revitalisasi mesin produksi pada industri padat karya.
Stimulus ekonomi juga diberikan oleh otoritas moneter Bank Indonesia untuk memberikan kelonggaran dalam hal pendanaan. Suku bunga acuan Bank Indonesia kembali diturunkan 25 basis poin ke level 5,50 % pada 21 Mei 2025.
Hal ini dapat memberikan kelonggaran terutama bagi industri yang sedang mengalami tekanan untuk dapat kembali mengakses pendanaan dengan beban bunga yang lebih rendah.
Selain itu, Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) memberikan kelonggaran kepada Bank untuk dapat menyalurkan lebih banyak pendanaan ke sektor-sektor prioritas yang juga diperluas menjadi sektor pertanian, real estate, perumahan rakyat, konstruksi, perdagangan, manufaktur, transportasi, pergudangan, pariwisata, ekonomi kreatif, UMKM ultra mikro dan hijau.
Upaya Pengembangan Potensi Lokal
Jawa Tengah yang menjadi provinsi paling terdampak PHK harus memberikan solusi untuk mencegah permasalahan sosial lebih dalam. Kebijakan stimulus ekonomi dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah.
Potensi sektor-sektor penunjang pertumbuhan yang baru perlu direalisasikan. Seperti yang dihimpun pada Central Java Investment Platform, terdapat beberapa sektor yang siap dikembangkan seperti pariwisata, jasa, manufaktur, dan energi terbarukan.
Selain itu diperlukan adanya jaminan dari pemerintah daerah untuk mendukung aktivitas ekonomi yang berkelanjutan. Sehingga nantinya dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja.
Pemangku kepentingan kini juga perlu membangkitkan Sentra Industri Kecil dan Menengah (IKM) di Jawa Tengah guna meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Sentra industri tersebut tersebar di beberapa wilayah Provinsi Jawa Tengah seperti Sentra Industri Batik dan Sentra Industri Mebel Sri Kayu Surakarta, Sentra IKM Logam Semarang, Sentra Kerajinan Anyaman Bambu Brebes, Sentra Industri Kreatif dan Kerajinan Sragen, Sentra IKM Swating Wonosobo serta banyak lagi sentra IKM yang tersebar di berbagai wilayah.
Perhatian para pemangku kepentingan dapat mendorong kemandirian para pelaku ekonomi lokal. Hal ini karena mereka memiliki kedekatan sumber bahan baku dan lebih mengenal dan mendalami permasalahan yang ada.
Biasanya sentra IKM berkembang dari aktivitas masyarakat sekitar yang mengelola secara tradisional kemudian dikembangkan dan didekatkan dengan permintaan pasar saat ini. Permasalahan yang dihadapi beragam dan menyesuaikan dengan produk hasil akhir dari sentra tersebut.
Sifat kekhasan yang dimiliki masing-masing sentra sudah seharusnya menjadi nilai tambah dan daya tarik untuk bisa dikembangkan. Perkembangan platform online bukan tidak mungkin bisa membuka peluang untuk memperluas pasar. Toh berkaca dari negara Tiongkok, dimana banyak barang yang diproduksi dari berbagai industri kecil rumahan. (*)
Penulis
Nanda Adhi Purusa, S.E., M.E. sebagai Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Dian Nuswantoro Semarang
