in

Sembilan Kecamatan dan Tujuh Daerah di Semarang Rawan Banjir dan Longsor

SEMARANG (jatengtoday.com) – Berdasarkan hasil pemetaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Semarang, dari total 16 kecamatan, terdapat 9 kecamatan rawan banjir dan 7 daerah rawan tanah longsor.

Kecamatan rawan banjir, di antaranya Kecamatan Semarang Utara meliputi Kelurahan Bandarharjo, Panggung Lor, Tanjungmas, Bulu Lor, Kecamatan Semarang Timur meliputi Kelurahan Kemijen, Rejosari, Mlatiharjo, Kecamatan Semarang Barat meliputi Kelurahan Tambakharjo, Kembangarum, Tawang Emas. Selanjutnya, Kecamatan Gayamsari meliputi Kelurahan Tambakrejo, Sawah Besar, dan Kaligawe. Sedangkan Kecamatan Genuk meliputi Kelurahan Penggaron Lor, Trimulyo dan Terboyo Wetan.

Sementara di Kecamatan Pedurungan meliputi Kelurahan Tlogosari Kulon, Muktiharjo Kulon, dan Pedurungan Kidul.

Kecamatan Tembalang meliputi Kelurahan Rowosari, Bulusan dan Kedungmundu. Kecamatan Gunungpati berada di Kelurahan Sukorejo serta Kecamatan Candisari berada di Kelurahan Jomblang.

Untuk tujuh kecamatan daerah rawan bencana tanah longsor, berada di Kecamatan Ngaliyan meliputi Kelurahan Kalipancur, Purwoyoso dan Wonosari. Kecamatan Candisari meliputi Kelurahan Candi, Jomblang dan Jatingaleh. Selanjutnya di Kecamatan Gunungpati meliputi Kelurahan Sadeng, Sukorejo, dan Sekaran. Kecamatan Banyumanik meliputi Kelurahan Ngesrep, Tinjomoyo, Srondol Kulon, dan Pudakpayung.

Sementara Kecamatan Semarang Selatan meliputi Kelurahan Mugasari dan Randusari. Kecamatan Gajahmungkur meliputi Kelurahan Lempongsari, Bendungan, dan Gajahmungkur. Sedangkan Kecamatan Semarang Barat meliputi Kelurahan Ngemplak, Simongan dan Krapyak.

“Kami minta masyarakat di wilayah potensi banjir dan tanah longsor bisa aktif berkoordinasi apabila terjadi banjir dan tanah longsor,” kata Kepala BPBD Kota Semarang, A. Rudianto, Kamis (27/2/2020).

Dikatakannya, daerah rawan tanah longsor seperti di Kelurahan Jomblang perlu diwaspadai karena topografinya memang memiliki kerawanan. “Kami telah melakukan sosialisasi kepada warga agar bisa turut berperan aktif ketika terjadi hal tidak diinginkan seperti banjir dan tanah longsor. Karena seringkali masyarakat tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika terjadi banjir dan tanah longsor,” katanya.

Masyarakat juga harus berperan aktif dalam menjaga lingkungan. Misalnya penanganan sampah, agar jangan sampai membuang sampah sembarangan. “Termasuk bagaimana merawat agar saluran air tetap berfungsi sebagaimana mestinya. Jika tidak ada dana untuk pengerukan bisa melaporkan ke kelurahan maupun kecamatan. Termasuk bisa ke Dinas Pekerjaan Umum dan Disperkim,” katanya.

Tidak hanya sampah, lanjut dia, seringkali masyarakat mendirikan bangunan di bantaran sungai, hingga keberadaan pedagang kaki lima yang menempati saluran air. “Kesadaran masyarakat sangat penting. Jangan sampai saluran tersumbat karena tidak bisa dibersihkan akibat digunakan PKL, ini yang seharusnya dijaga bersama,” katanya.

Ketika terjadi bencana, lanjut dia, warga harus mampu mengambil langkah secara tepat. Misalnya banjir, warga harus segera mematikan aliran listrik, mematikan kompor, menyiapkan barang yang perlu dibawa, mengunci rumah, dan mencari tempat yang aman.

“BPBD selalu melakukan koordinasi dengan Babinsa, Babinkamtibmas, DPU, Disperkim, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Sosial, PMI, Basarnas. Jika diperlukan, BNPB menyiapkan fasilitas, misalnya mobil toilet dan lain-lain. Kebutuhan hidup dasar, makan, minum, alas tidur berupa tikar, serta keterlibatan dari dinas pemadam kebakaran juga dibutuhkan untuk menyedot genangan air atau siapkan genset,” katanya.

Begitupun ketika terjadi tanah longsor, pihaknya akan segera melakukan penanganan bersama para relawan. “Kami minta warga yang berada di wilayah rawan tanah longsor, menghindari untuk membuat biopori. Termasuk membuat saluran air yang dibuat secara permanen. Sebab apabila air merembes di bawah tanah dapat mengakibatkan tanah jenuh hingga menyebabkan tanah longsor,” katanya.

Salah satu cara untuk membantu mengurangi potensi tanah longsor, warga bisa menanam rumput vetiver atau rumput akar wangi. Masa tanamnya diperkirakan membutuhkan waktu tiga tahun, sehingga akarnya bisa 3 meter masuk ke dalam tanah.

“Kejadian tanah longsor pada umumnya terjadi setelah turun hujan, diikuti suara gemuruh serta gerakan massa tanah dan meluncur sangat cepat dari atas bukit,” terangnya. (*)

 

editor: ricky fitriyanto