in

Ada Apa Dibalik Durian Rp 14 Juta dan Mie Ayam Rp 2.000 ?

SEMARANG (jatengtoday.com) – Akhir-akhir ini ada fenomena harga jualan tak wajar. Mulai harga durian J-Queen Rp 14 juta per biji di Tasikmalaya hingga mie ayam harga Rp 2.000 di Sragen. Sontak, hal itu membuat orang penasaran dan akhirnya viral di media sosial.

Pakar Komunikasi Universitas Diponegoro (Undip), Triyono Lukmantoro menuturkan, hal tersebut lebih merupakan trik marketing untuk mencari sensasi. Contoh durian Rp 14 juta, karena harganya tidak wajar, fantastis, sehingga orang akhirnya penasaran

Menurutnya, mula-mula banyak media yang memberitakan, lalu orang-orang tertarik membaca berita itu, kemudian akan penasaran, lantas mereka datang untuk membuktikannya. Barangkali, mereka tidak akan membeli karena harganya memang fantastis, tapi setidaknya rasa ingin tahunya akan terbayar.

“Orang justru malah semakin penasaran. Ada durian Rp 14 juta, itu seperti apa bentuknya, seperti apa rasanya, siapa yang menanamnya, dan siapa pula yang akan membeli. Jadi, sensasinya itu dimanfaatkan,” ujarnya saat dihubungi, Rabu (30/1/2019).

Kedai mie ayam Rp 2.000 di Sragen. (istimewa).

Menurut Triyono, istilahnya adalah komodifikasi, yaitu menjadikan sesuatu yang umumnya dipandang sebagai produk komersial menjadi komoditas.

Dosen Undip ini bahkan sempat heran karena ternyata durian dengan harga selangit itu terjual dua buah di Mal Asia Plaza, Tasikmalaya.

Triyono menerka, orang yang membeli itu memang dari kelas berbeda dari orang kebanyakan. Sebab, yang namanya durian itu konsumtif, artinya sekali makan selesai dan tidak bisa digunakan untuk menunjang hal lainnya. Namun bagi orang-orang tertentu, mereka tidak memandang itu, melainkan hanya sebatas sensasi.

“Kalau saya, uang Rp 14 juta untuk ukuran PNS, pasti akan saya simpan daripada untuk beli satu durian. Atau mending saya belikan barang yang bisa menunjang pekerjaan saya sehingga saya bisa lebih produktif,” ujarnya.

Selain itu, fenomena penjualan tak wajar ini bisa dilihat sebagai konsumsi yang berlebih-lebihan. Berlebih-lebihan dalam arti besar uang yang dikeluarkan atau jumlah barang yang dibeli. Untuk kemudian dipamerkan.

“Jadi, misal orang punya uang banyak, lalu dibelikan barang yang fantastis. Bagi orang biasa, buah durian harga normal ya paling 100 ribu, itu sudah yang bagus. Nah ini nggak, ini bisa 100 kali lipat lebih,” imbuhnya.

“Kalau beli durian yang biasa, Rp 14 juta bisa dapat durian satu truk,” sindirnya.

Jadi, katanya, pembelian buah durian seharga Rp 14 juta itu motifnya bukan semata-mata kenikmatan rasanya atau khasiatnya saja. Melainkan karena akan ada sesuatu yang dianggap melampaui itu. Misal, untuk dipamerkan.

“Kalau misal orang biasa beli durian, itu karena lapar atau memang karena suka. Tapi kalau ini nggak, yang dibeli adalah nilai simbolik dari durian itu sendiri, ya karena mahalnya itu,” jelas Triyono.

Dia menambahkan, di sisi lain ada fenomena tak wajar yang merupakan kebalikan dari durian J-Queen, yakni mie ayam Rp 2.000. Meski keduanya bertolak belakang, tetapi memiliki satu kesamaan berupa mengundang sensasi.

“Kalau di sisi lain ada harga mie ayam hanya Rp 2.000 ini tidak masuk akal juga. Tapi mungkin satu, untuk mengundang konsumen sebanyak mungkin atau memang orang itu ingin berderma. Ingin bersedekah misalnya,” pungkasnya. (*)

editor : ricky fitriyanto