in

Populasi Ojek Online Tak Terkendali, Jam Kerja Tak Dibatasi

SEMARANG (jatengtoday.com) – Keberadaan ojek online, satu sisi membantu transportasi masyarakat. Populasi ojek online ini terus bertambah. Tapi di sisi lain, ojek online ini beroperasi lepas tanpa adanya regulasi dari pemerintah daerah.

Para driver ojek online cenderung bekerja tanpa memperhatikan jam kerja. Rata-rata lebih dari 8 jam. Bahkan bekerja hingga 12 jam dalam sehari untuk mengejar pendapatan tanpa memperhatikan aspek keselamatan.

“Dalam perkembangannya, ojek daring harus diakui populasinya kian bertambah. Iming-iming dari aplikator dengan pendapatan yang cukup besar yakni minimal Rp 8 juta menyebabkan sebagian besar warga beralih profesi menjadi pengemudi ojek daring ini,” kata pakar transportasi Djoko Setijowarno, Jumat (21/12/2018).

Dikatakannya, pengemudi yang berasal dari tidak bekerja atau pengangguran tidak lebih dari 5 persen, ini terbilang cukup kecil. Awalnya, pendapatan per bulan bisa minimal sesuai janji promosi, yakni Rp 8 juta per bulan.

“Bahkan, kala itu rata rata bisa di atas Rp 10 juta per bulan. Akibatnya, makin banyak yang beralih profesi, sementara pengguna ojek daring tidak sebanding dengan pertambahan populasi ojek daring,” katanya.

Dampaknya, terjadi penurunan pendapatan sekitar 40 persen. Sekarang ini, rata-rata pendapatan per bulan kurang dari Rp 5 juta. “Sementara beban jam kerja meningkat, sudah tidak bisa lagi 8 jam sehari, harus di atas 10 jam, bahkan ada yang beroperasi hingga 12 jam,” katanya.

Menurutnya, keselamatan makin rawan dengan jam kerja di atas 8 jam. Belum lagi kekhawatiran terhadap suspend dari aplikator yang bisa terjadi setiap saat, tanpa ada proses klarifikasi dari pengemudi ojek daring.

“Sungguh membuat suasana kerja sebagai pengemudi ojek daring jauh dari rasa aman dan nyaman. Dampaknya bisa berujung pada keselamatan juga,” katanya.

Lebih lanjut kata Joko, motor bukan jenis transportasi umum. Namun harus diakui keberadaannya sangat membantu mobilitas warga di saat kualitas layanan transportasi umum makin menurun.

“Saya berharap pemda dapat membuat regulasi yang mengatur penyelenggaraan angkutan sepeda motor daring di daerahnya,” katanya.

Namun faktanya, dalam perkembangannya tidak banyak daerah membuat regulasi yang bisa menjamin kesejahteraan dan keselamatan pengemudi dan pengguna jasa ojek online.

“Masih minim, seolah kepala daerah kurang peduli. Oleh sebab itu, Kementerian Perhubungan dapat membuat aturan khusus melakukan diskresi hukum dalam kerangka melindungi warga negara dengan upaya meningkatkan kesejahteraan dan menjamin keselamatan selama beroperasi,” katanya.

Dengan cara apa? Menurutnya, perlu menentukan batas wilayah operasi, menetapkan batas tarif minimal, mempertimbangkan penerapan suspend dan menerapkan safety gear.

“Tetapi hal ini bukan berarti menyetujui sepeda motor sebagai transportasi umum. Transportasi umum tetap harus dikembangkan oleh pemerintah dengan segera secara masif ke seluruh pelosok. Supaya populasi ojek daring makin berkurang,” katanya.

Harapan ke depan, lanjut dia, sebagian pengemudi ojek online agar bisa beralih ke usaha transportasi umum berbadan hukum. (*)

editor : ricky fitriyanto