SEMARANG (jatengtoday.com) – Regulasi yang ditiupkan roh hukum seperti Peraturan Daerah (Perda), Peraturan Bupati (Perbup), Peraturan Wali Kota (Perwali), Peraturan Presiden (Perpres), hingga Undang Undang yang disusun anggota legislatif, harus mengikuti benang merah UUD 45 dan Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia.
Hal itu disampaikan Pendiri Rumah Pancasila dan Klinik Hukum Semarang, Yosep Parera dalam Seminar Nasional ‘Berhukum dalam Bingkai Pancasila’ di Patra Jasa Semarang, Minggu (28/10/2018). Menurutnya, hukum merupakan produk politik. Ada banyak celah bagi perancang hukum untuk mengakomodir keperluan kelompok tertentu.
“Hal ini dikarenakan, seluruh proses hukum membutuhkan kecermatan dan sarat godaan. Sebagai pemegang kekuasaan, aparat hukum mudah tergoda menyalahgunakan kekuasaannya,” jelasnya.
Dia mencontohkan, ketika mereka maju ke Pileg, Pilkada, atau Pilpres, butuh biaya besar. Biasanya, ada sponsor yang ikut membantu pendanaan. “Nah, konstituen ini akan menagih apa yang telah mereka berikan. Minta dibuatkan regulasi yang setidaknya menguntungkan,” bebernya.
Karena itu, lanjutnya, keberadaan pengemban hukum haruslah orang-orang pilihan berdasarkan sisi integritas, kompetensi dan pengetahuan. Tugas menegakkan hukum adalah tugas yang membutuhkan kesungguhan dan keteguhan.
“Indonesia tidak akan maju dan berdiri kokoh, selama elit-elitnya tidak mampu jadi teladan dan mafia hukumnya dibiarkan,” tegasnya.
Dalam seminar yang digagas Rumah Pancasila dan Klinik Hukum Semarang tersebut, Ahli Hukum Pidana Dr Bernard L Tanya MH memaparkan mengenai pentingnya merawat kemajemukan yang dimiliki Indonesia.
Menurutnya, Indonesia yang majemuk membutuhkan kualitas lain dari penduduknya, lebih sekadar status kewarganegaraan. Artinya, butuh kesediaan dari masyarakat untuk menerima, merawat kemajemukan serta kesediaan hidup damai dengan semua saudara sebangsa dan setanah air.
“Termasuk kesediaan berkarya bagi kejayaan bangsa dan pantang memperlakukan Indonesia sebagai tempat singgah untuk tujuan lain,” terangnya.
Narasumber lain, Prof Mudjahirin Thohir menyatakan, Pancasila merupakan titik temu, titik pijak, sekaligus titik tuju dalam setiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dia menyebut, Indonesia dihuni sekitar 240 juta jiwa penduduk. Memiliki 14 ribu pulau, 400 suku dan kelompok etnik serta memiliki 726 bahasa daerah.
Dikatakan pula, tugas seluruh komponen masyarakat saat ini adalah menjadikan Indonesia sebagai “bangunan besar”. Di mana masing-masing orang merasa bisa hidup dengan nyaman di dalamnya.
“Negara ini adalah contoh konkret untuk kemajemukan suatu bangsa. Ini menjadikan Indonesia sebagai wadah pertarungan untuk berbagai macam ideologi,” ujarnya. (*)
editor : ricky fitriyanto