SEMARANG (jatengtoday.com) — Gugatan sengketa tanah dan bangunan ruko di Kompeks Bubakan Baru, Kelurahan Purwodinatan, Kota Semarang masih berlanjut meski sudah ada putusan kasasi Mahkamah Agung (MA).
Baru-baru ini Kumala Murti dan 13 warga lain yang menempati ruko tersebut mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) ke MA demi menepis kekalahan sebelumnya.
Dalam hal ini, Kumala Murti dkk melawan Pemkot Semarang dan tiga pihak lain. Untuk Pemkot Semarang masih dibantu jaksa pengacara negara dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Semarang.
Baca Juga: Kalah di PT, Pemkot Semarang Ajukan Kasasi Sengketa Lahan Bubakan ke MA
Berdasarkan data pada sistem informasi penelusuran perkara pengadilan, hingga 6 April 2022 perkara ini masih dalam tahap pengiriman berkas PK.
Redaksi jatengtoday.com sudah berupaya meminta konfirmasi dari pemohon PK, tetapi ternyata penasihat hukumnya sudah ganti.
Sementara itu, jaksa pengacara negara dari Kejari mengaku sudah mendapat pemberitahuan permohonan PK pada awal tahun 2022. Pihaknya pun sudah melakukan upaya hukum sesuai prosedur yang berlaku.
“Pada prinsipnya kami siap memenangkan kembali gugatan ini demi menyelamatkan aset negara,” tegas jaksa Sarwanto yang juga Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) Kejari Kota Semarang, Minggu (12/6/2022).
Sebelumnya, berkat bantuan jaksa, Pemkot Semarang berhasil memenangkan perkara ini pada tingkat kasasi, meskipun pada dua tingkat peradilan sebelumnya sempat kalah.
Perjalanan Kasus
Sengketa ruko Bubakan bermula saat 14 orang yang selama ini menempati tanah dan bangunan di komplek tersebut mengajukan gugatan di PN Semarang pada 18 April 2019 lalu.
Mereka tidak terima lahan yang selama ini dihuni ‘mendadak’ diklaim sebagai aset Pemkot Semarang. Padahal, selama ini mereka memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) sebagai bukti kepemilikan.
Baca Juga: Putusan Kasasi, Pemkot Semarang Menangkan Sengketa Ruko Bubakan
Berdasarkan putusan kasasi diketahui bahwa SHGB seluas 2.506 tersebut ternyata statusnya di atas hak pengelolaan (HPL) lahan milik Pemkot Semarang.
Jika ditelusuri, pada tahun 1992 Pemkot Semarang menjalin kerja sama dengan PT Pratama Eradjaya tentang kontrak tempat usaha selama 25 tahun. Kontrak tersebut berakhir pada 18 Februari 2018.
Sebelum habis masa perjanjian, Pemkot telah melakukan sosialisasi kepada para penghuni ruko agar segera melakukan daftar ulang.
Ternyata saat itu pemilik ruko tidak mengetahui bahwa bangunan ruko berada di atas tanah milik Pemkot yang dikerjasamakan selama 25 tahun. Bahkan sebagian SHGB telah diperpanjang sampai 2038 tanpa seizin Pemkot.
Kemudian, pada Januari 2018 Pemkot mengajukan pembatalan perpanjangan 13 SHGB dan pemblokiran 17 SHGB berupa tanah ruko Bubakan. Pengajuan itu dikabulkan dan mengharuskan para penghuni untuk menyerahkan tanah beserta rukonya ke Pemkot. (*)
editor : tri wuryono