SEMARANG (jatengtoday.com) – Usai diresmikan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi, Senin (25/3/2019), Pasar Tambaklorok yang berada di Kelurahan Tanjung Mas, Semarang Utara, ternyata masih menyisakan segudang persoalan. Banyaknya pedagang baru yang bermunculan membuat masalah kian rumit.
Menurut salah satu pedagang, Chonas (54), sebenarnya hampir semua pedagang lama di Pasar Tambaklorok sudah terakomodir di bangunan pasar yang baru ini. Kalau pun ada yang belum, sepengetahuannya, hanya 2 orang, itu pun karena kurang koordinasi. Sementara sisanya adalah pedagang baru.
“Itu yang di bawah adalah pedagang baru semua. Dulu nggak pada dagang, tapi setelah dibangunkan gedung, semuanya jadi ingin ikut dagang,” ujarnya saat ditemui, Selasa (26/3/2019).

Bangunan pasar yang berada di Kampung Bahari Tambaklorok itu terdiri dari dua lantai. Lantai dasar digunakan bagi pedagang-pedagang “basah”, seperti penjual hasil tangkapan laut serta penjual daging ayam dan sapi. Sementara lantai dua, diperuntukkan bagi pedagang sembako, dan buah-buahan.
Total ada ratusan pedagang yang tertampung di bangunan tersebut. Untuk lantai duanya saja, terhitung lebih 50 lapak kecil yang didominasi oleh pedagang sembako. Berdasarkan data pembagian lapak, tercatat ada 63 lapak yang kini semuanya sudah ditempati.
Semua pedagang yang menempati bangunan pasar tidak dipungut biaya masuk. Kabarnya juga tidak ada biaya sewa. Hanya saja ada retribusi yang jumlahnya juga tak seberapa. Untuk kebersihan Rp 2.000, keamanan Rp 1.000, serta parkir Rp 2.000. Retribusi tersebut ditarik perhari.
Meskipun begitu, pedagang di lantai dua mengeluhkan adanya pedagang baru yang membuka lapak di pinggir-pinggir bangunan pasar. Sebab, kata Chonas, hal itu membuat pedagang di lantai atas kurang laku. Pasalnya, banyak pembeli yang enggan naik kalau ada yang di bawah.
“Bawah kan seharusnya khusus buat pedagang ikan. Yang sembako kan perjanjiannya di atas. Nah ini tapi banyak banget pedagang sembako baru di bawah. Jadinya kan kami yang di atas dagangannya tidak laku,” keluh Chonas diikuti beberapa rekannya yang sedang berkerumun.
Kekhawatiran mereka diperparah dengan isu bahwa pedagang baru akan dibuatkan lapak baru di bagian belakang Pasar Tambaklorok. Sebab, pembangunan rencananya hanya akan dibuat satu lantai, sehingga berpotensi mengurangi jumlah konsumen pada lantai atas.
“Kalau mau dibuat baru (bagi pedagang sembako anyar) ya harusnya sama-sama dibuat di lantai dua. Biar sama. Nanti lantai bawahnya kan bisa buat parkir. Lagian kan kalau memang (bagian belakang pasar) mau dibuat bangunan lagi, lahan parkirnya tidak ada,” ujar Rosidah (40), pedagang sembako.
“Biar adil harusnya dibuat sama. Kalau di bawah, di bawah semua, kalau di atas ya di atas semua,” harap Lasmini menimpali.
Pantauan di lapangan, ada lebih dari 50 lapak baru yang dibangun secara ilegal. Bahkan, pembuatan lapak oleh pedagang-pedagang baru masih dijumpai hingga saat ini. Puluhan lapak tersebut memanjang di samping kanan, kiri, dan belakang bangunan Pasar Tambak Lorok.
Salah satu pedagang, Sumarti (42), mengakui bahwa dirinya merupakan pedagang baru. Karena itu ia pasrah mau ditempatkan di mana pun. Yang jelas ia berharap agar usaha barunya saat ini tidak diusik. Sumarti sebagai warga asli Tambaklorok merasa mempunyai hak yang sama untuk mengais rezeki di pasar tersebut.
“Pedagang yang bukan asli Tambaklorok saja ada yang jualan di sini. Masa saya yang warga asli sini nggak boleh. Toh kami tidak nuntut supaya harus dapat jatah di dalam gedung. Ini kami buat sendiri lapaknya,” ucap Sumarti. (*)
editor : ricky fitriyanto