in

Tren Politik Dinasti di Jateng, Ada Indikasi Penyalahgunaan Wewenang

SEMARANG (jatengtoday.com) – Pilkada 21 kabupaten/kota di Jateng, 2020 mendatang diprediksi akan memunculkan tren politik dinasti petahana. Yakni pencalonan sosok yang merupakan kerabat dari petahana. Gaya politik dinasti ini diindikasikan terjadi di Semarang dan Solo Raya.

Pengamat Politik dari Universitas Wahid Hasyim Semarang, Agus Riyanto menilai, politik dinasti bisa dibilang menggerogoti nilai-nilai demokrasi. Sebab, akan ada sebuah kekuasaan yang dijalankan sekelompok orang yang masih ada kaitannya dalam hubungan keluarga.

Dikhawatirkan, dengan langgengnya politik dinasti akan ada penyalahgunaan wewenang. Pasalnya, sudah bukan rahasia, untuk memenangkan kontestasi politik, ada semacam backup seperti kucuran dana, adanya intervensi atau menggunakan otoritas politik. Yakni dengan memerintahkan aparatur sipil negara (ASN) untuk memilih anak atau istri.

“Maka jika ini dibiarkan dan tidak ada kontrol dari masyarakat luas, akan sulit memutus mata rantai praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN),” jelasnya Kamis (15/8/2019).

Langgengnya politik dinasti ini, lanjutnya, juga akan berdampak pada fungsi dan tugas parpol dalam proses kaderisasi.

“Nantinya proses kaderisasi ini akan stagnan, karena tidak ada regenerasi dari kalangan parpol yang nantinya akan menduduki jabatan strategis baik di legislatif maupun eksekutif,” tuturnya.

Dijelaskan, tren politik dinasti petahana ini bukan hal baru. Di negara lain sering terjadi. Tapi praktiknya mereka melakukan dengan cara yang lebih profesional.

“Secara konstitusi memang tidak ada larangan, dan boleh-boleh saja seseorang itu mencalonkan diri. Di Pilkada atau Pileg, meskipun memiliki hubungan kekerabatan atau keluarga dengan seorang pejabat negara,” jelasnya,

Dia pun berharap pada gelaran Pilkada 2020 di Jawa Tengah, masyarakat tidak menjadi latah, hanya memilih calon pemimpin yang poluler tanpa melihat kualitas dan kredibilitas calon.

“Pendidikan politik penting dilakukan di tengah budaya politik yang masih pragmatis, dan berbiaya mahal,” terangnya. (*)

editor : ricky fitriyanto

Ajie MH.