SEMARANG (jatengtoday.com) – Petani Urutsewu, Kabupaten Kebumen mengajukan keberatan atas dikeluarkannya sertifikat hak pakai kepada TNI AD di lahan Urutsewu. Keberatan itu diajukan petani didampingi LBH Yogyakarta dan LBH Semarang yang tergabung dalam Tim Advokasi Perjuangan Urutsewu Kebumen, di Kantor ATR/BPN Jateng, Senin (7/9/2020).
Menurut salah satu Tim Advokasi Perjuangan Urutsewu Kebumen, Arip, pensertifikatan lahan para petani oleh TNI AD dilakukan secara sepihak. Termasuk BPN juga melakukan pengukuran tidak melibatkan para petani yang secara langsung berbatasan.
Hal itu secara prosedur dalam Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah tidak sesuai karena tanpa adanya pemberitahuan maupun persetujuan dengan lahan-lahan yang menjadi batas klaim tanah TNI AD.
“Data yang dibuat TNI AD untuk mendaftarkan tanah tidak diketahui darimana asal muasalnya. Sampai dengan saat ini, tanah-tanah yang di klaim TNI AD adalah milik para petani dengan bukti C Desa dan beberapa sertifikat Hak Milik,” ujarnya.
Selain itu, penyampaian Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil tentang terbitnya sertifikat hak pakai TNI AD sebagai langkah penyelesaian konflik terbukti salah besar. ATR/BPN ceroboh dalam menangani konflik Urutsewu dimana setiap proses yang dijalankan tidak melibatkan masyarakat terdampak.
Perilaku Kementerian ATR/BPN tersebut tidak sesuai dengan amanat Undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Dimana dalam pasal 10 tentang asas umum pemerintahan yang baik mensyaratkan adanya kecermatan dan keterbukaan.
Menurutnya, di masa pandemi seperti ini, sudah seharusnya Kementerian ATR/BPN dan TNI AD menjamin keamanan masyarakat untuk menggarap lahan-lahannya guna ketahanan pangan. Bukan malah memanfaatkan situasi dengan mengeluarkan sertifikat diam-diam.
“Kami meminta Kementerian ATR/BPN untuk mencabut sertifikat oleh Kementerian ATR/BPN kepada TNI AD atas nama Pemerintah Republik Indonesia Cq. Kementerian Pertahanan Republik Indonesia,” tandasnya. (*)
editor: ricky fitriyantoÂ