SEMARANG (jatengtoday.com) – Saat memberikan sambutan dalam deklarasi Relawan Padi di Hotel Muria Semarang, Minggu (11/11/2018), Sudirman Said menyebut ada Politik Genderuwo yang saling berbalas puisi di kalangan politikus.
Sudirman yang merupaan Direktur Materi Debat dan Kampanye Prabowo-Sandi mengajak para relawan tidak perlu terhanyut isu-isu yang berhubungan dengan ungkapan sontoloyo dan genderuwo.
“Diajak misuh-misuh soal Boyolali, Brebes, apa, jangan ikut, itu bukan isu utama. Kalau ada kata-kata gatoloco, genderuwo, apa, tidak usah ikut. Kalau ada kata-kata sontoloyo tidak usah ikut,” jelasnya.
Sudirman memang tidak menyebutkan nama. Tapi dia menyindir lagi lewat perumpamaan komputer. Dikatakan, jika manusia diumpamakan seperangkat komputer, maka mulut adalah printer. Sehingga pikiran orang yang mengucapkannya seperti CPU yang kurang beres.
Pada kesempatan itu, dia juga menyebut beberapa jenis hal yang dianalogikan dengan genderuwo. Termasuk genderuwo ekonomi dan genderuwo intelijen. Di akhir acara, Sudirman menjelaskan terkait genderuwo yang ia paparkan ke Relawan Padi.
“Genderuwo kan tidak tampak tapi dirasa menakutkan, jadi bisa berasal dari mana saja, kemarin Pak Sandi bicara soal genderuwo ekonomi,” ucap Mantan Menteri ESDM ini.
Dijelaskan, fenomena genderuwo bisa terjadi di berbagai lini mulai dari politik ekonomi, hingga hukum. Karena itu, Caleg DPRD Jateng ini sempat menyebut soal genderuwo intelijen.
“Jangan lupa ada genderuwo hukum juga. Orang-orang yang harus netral kemudian mengunakan kewenangan untuk menekan. Itu bisa datang dari aparat keamanan, aparat hukum, aparat intelijen. Pemilu ini bisa baik hasilnya kalau aparat netral. Kami berikan warning kepada masyarakat, hati-hati dengan sikap seperti itu, sikap genderuwo bisa dilakukan siapapun, jadi bukan soal politik, hukum, ekonomi, dan penegakan hukum,” terangnya.
Istilah “Politik Genderuwo” mulai marak diperbincangkan setelah Presiden Joko Widodo menyebutnya saat berpidato dalam acara pembagian sertifikat tanah untuk masyarakat Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Jumat (9/11/2018) lalu.
“Coba kita lihat politik dengan propaganda menakutkan, membuat ketakutan, kekhawatiran. Setelah takut, yang kedua membuat sebuah ketidakpastian. Masyarakat menjadi, memang digiring untuk kesana. Dan yang ketiga menjadi ragu-ragu masyarakat, benar nggak ya, benar nggak ya,” kata Jokowi saat itu. (*)
editor : ricky fitriyanto