in

Semarang Disebut Tertinggi Covid-19, Hendi: Tanyain Prof Wiku Data dari Mana?

SEMARANG (jatengtoday.com) – Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi membantah pernyataan Juru Bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito yang menyebut Kota Semarang memiliki kasus aktif Covid-19 paling tinggi di Indonesia.

Menurut dia, penyataan tersebut tidak berdasar. “Menurut saya tidak begitu. Kita selalu share data melalui https://siagacorona.semarangkota.go.id/ , semua bisa melihat. Termasuk tempat karantina hingga hari ini tidak penuh, rumah sakit tidak penuh. Tercatat di sini 400 sekian orang. Menurut saya, jumlahnya banyak, tapi tidak sebanyak daerah lain,” katanya.

Data yang disampaikan Gugus Tuga menyebutkan jumlah kasus aktif Covid-19 di Semarang tertinggi di Indonesia yakni mencapai 2.317 kasus per 29 Agustus 2020 lalu.

“Tanyain ke beliau itu data dari mana. Kalau itu ada di Semarang, saya siap perbaiki. Saestu (benar). Kalau itu tidak di Semarang, mbok jangan ngarang-ngarang. Saya siap ditelepon, dikonfirmasi oleh para pimpinan di pusat untuk menjelaskan hal ini,” katanya.

Terkait dengan data sebagaimana disebut Gugus Tugas, Hendi mengaku bahwa pihaknya tidak pernah diajak komunikasi oleh Gugus Tugas di pemerintah pusat mengenai data penyebaran Covid-19 tersebut. “Tidak ada (komunikasi), kami sendiri sudah share data ke provinsi maupun pemerintah pusat. Makanya tanyain ke Prof Wiku, datanya dari mana? ” katanya.

Anggota Komisi C DPRD Kota Semarang Joko Santoso mengatakan, pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) di Kota Semarang yang telah diperpanjang beberapa kali, masih efektif.

“Meskipun berbagai aktivitas masyarakat mulai dari Pedagang Kaki Lima (PKL), restoran, tempat hiburan dan wisata, hingga resepsi pernikahan telah diperbolehkan dengan catatan mematuhi pembatasan dan penerapan protokol kesehatan, tetapi tidak ditemukan klaster penyebaran Covid-19 baru,” ujarnya.

Artinya sejauh ini tidak ada kenaikan angka penyebaran Covid-19 di Kota Semarang secara menonjol.

“Bahkan tempat wisata dibuka, nyatanya memang tidak ditemukan adanya klaster baru. Harusnya melihatnya berdasarkan grafik, bukan dari angka sejak awal, karena kalau melihat angka tetap tinggi,” ujarnya. (*)

 

editor: ricky fitriyanto