in

Satpol PP Garang? Begini Kata Petugas Cantik yang Masih Jomblo Ini

SEMARANG (jatengtoday.com) – Razia atau operasi penertiban penegakan Peraturan Daerah (Perda) seringkali memicu perdebatan sengit. Tak jarang berujung kerusuhan hingga bentrok.

Sekelompok masyarakat yang diketahui melanggar Perda kerap sulit ditertibkan. Bahkan ketika dilakukan razia tak jarang terjadi perlawanan.

Masyarakat cenderung merasa sebal melihat rombongan petugas Satuan Polisi (Satpol) Pamong Praja ketika hendak merazia. Apalagi ketika petugas tersebut tampil dengan wajah garang.

Anggota Provost Satpol PP Kota Semarang, Catri Rahayu Adhi, (23), mengakui persepsi masyarakat kebanyakan di Kota Semarang masih seperti itu. Maka dari itu, dia ingin menghilangkan kesan negatif tersebut.

“Sebab, saat ini ada program Satpol PP humanis. Masyarakat seringkali masih melihat Satpol PP dengan perasaan sebel. Ini menjadi tantangan untuk mematahkan anggapan itu,” kata Catri saat berbincang dengan jatengtoday.com, Selasa (12/2/2019).

Dikatakannya, bekerja sebagai anggota Satpol PP memang berkaitan dengan pelayanan masyarakat. Hampir setiap hari bersentuhan dengan berbagai permasalahan di perkotaan. Mulai dari sosialisasi penegakan perda, menerima aduan, penertiban pedagang hingga mengamankan sengketa pembebasan lahan.

“Hal itu seringkali membuat masyarakat kesal. Tapi itu menjadi tugas kami agar lebih baik. Kami harus sabar dalam memberi pemahaman dan pengertian. Kalau memang dia salah ya harus ditertibkan. Toh, setiap penertiban bukan berarti pemerintah bersikap semena-mena. Tetapi juga memberikan solusi terbaik,” kata wanita
kelahiran Solo, 30 Januari 1996 itu.

Dia sangat menyayangkan ketika dalam sebuah upaya penertiban malah berujung kerusuhan hingga bentrok. Hal itu jelas tidak bisa dibenarkan. Semua warga sudah semestinya menjaga ketertiban bersama. Tetapi dalam penertiban, petugas juga tidak perlu tampil garang. Apalagi sampai terjebak dalam sikap kasar.

“Satpol PP harus bisa mengayomi masyarakat. Itulah pentingnya pelayanan humanis. Maka sebaiknya, upaya penertiban dilakukan oleh petugas yang humanis pula. Misalnya melibatkan petugas wanita,” kata jebolan Unisbank jurusan Manajemen Informatika itu.

Ia mengaku seringkali dilibatkan dalam melakukan pengamanan dan penertiban PKL. “Saya sendiri senang berkomunikasi dengan banyak orang. Dulu, saya sudah pernah mengabdi di Kelurahan Bendan Duwur, sebagai tenaga kontrak. Sehingga sedikit banyak telah memahami karakteristik komunikasi sebagai pelayanan warga,” kata petugas yang mengaku masih jomblo ini. (*)

editor : ricky fitriyanto