SEMARANG (jatengtoday.com) – Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes) Prof Fathur Rokhman menyatakan siap menghadapi gugatan yang dilayangkan anak buahnya, Sucipto Hadi Purnomo di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang.
Sucipto tidak terima atas keluarnya surat keputusan Rektor Unnes tentang pembebasan sementara dari tugas dan jabatannya sebagai dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa.
Gugatan tersebut masih tahap awal. Pada 20 Mei besok, akan dimulai dengan agenda pemeriksaan dismisal (persiapan). Ini akan menentukan apakah dinilai layak atau tidak untuk dibacakan di persidangan. Bisa juga majelis memberi kesempatan untuk berdamai.
Rektor Unnes melalui kuasa hukumnya, Muhtar Hadi Wibowo menegaskan akan menunggu hasil pemeriksaan majelis terlebih dulu. Namun, pada intinya pihaknya siap menghadapinya.
“Namanya saja ada orang menggugat, ya kami hadapi. Kami siap menjawab gugatan tersebut,” tegas Muhtar saat dihubungi, Senin (18/5/2020).
SK Sudah Sesuai Prosedur
Pihaknya akan membuktikan bahwa objek sengketa berupa SK Rektor Unnes tentang penonaktifan Sucipto sudah benar secara prosedur dan dibenarkan substansinya secara hukum.
“Kami berharap dan berdoa semoga majelis hakim yang menangani perkara ini memutuskan menolak gugatan tersebut,” ucap Muhtar.
Dia mengatakan, persoalan ini sebenarnya hanya memproses instruksi Kemendikbud untuk memeriksa Sucipto karena diduga telah melakukan pelanggaran tingkat berat.
Maka sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, untuk mempermudah pemeriksaan yang bersangkutan diterbitkanlah SK pemberhentian sementara sampai ada putusan akhir.
Atas nama Rektor, dia mengimbau supaya menggunakan media sosial secara benar dan beretika untuk menghindari pelanggaran hukum. Apalagi dalam perkara ini yang bersangkutan adalah seorang dosen.
“Bikinlah status yang enak dibaca, status yang baik-baik lah. Tidak usah aneh-aneh. Fokus mengajar, penelitian sehingga ilmunya dapat bermanfaat untuk orang banyak,” ujarnya.
Inti Gugatan Sucipto
Sementara itu, kuasa hukum Sucipto dari LBH Semarang, Herdin mengatakan, alasan gugatan tersebut terdiri dari dua hal. Pertama secara prosedur penerbitan SK pembebasan tugas dan kedua terkait substansi SK tersebut.
Menurutnya, PP 53 yang menjadi pijakan penonaktifan dosen Sucipto tidak tepat. PP 53 tersebut mensyaratkan bahwa pembebasan tugas sementara diberikan kepada PNS yang menduduki jabatan struktural. Namun faktanya, Sucipto hanyalah dosen biasa di Unnes.
“Sehingga secara substansi SK penonaktifan telah menyalahi maksud dan tujuan dari PP 53,” ujar Herdin saat dihubungi terpisah.
Baca juga: Rektor Unnes Digugat Dosen Nonaktif Sucipto di PTUN Semarang
Kemudian, dari segi prosedur juga tidak tepat. Jika seandainya Sucipto merupakan seorang pejabat struktural di FBS Unnes dan kemudian diduga melakukan pelanggaran disiplin, maka yang berwenang untuk membebastugaskan adalah atasannya langsung.
Atasan strukturalnya yakni Ketua Jurusan atau Dekan FBS. Bukan Rektor Unnes.
Selain itu, Herdin menilai, SK penonaktifan Sucipto yang dikeluarkan Rektor Unnes hanya berdasarkan asumsi. Karena faktanya, Sucipto belum pernah dipanggil atau dilakukan proses pemeriksaan oleh atasan langsung sebelum SK tersebut dijatuhkan.
“Artinya, secara prosedur, dia diberikan SK tanpa kemudian dipanggil sesuai standar operasional yang berlaku di Unnes,” tegasnya.
Unggahan Status FB
Alasan penonaktifan sementara Sucipto sebagai dosen dilatarbelakangi oleh unggahan status di akun Facebook pada 10 Juni 2019. Rektor menduga sebagai pelanggaran etika karena telah melakukan penghinaan.
Dalam postingan itu Sucipto menulis, “Penghasilan anak-anak saya menurun drastis tahun ini. Apakah Ini Efek Jokowi yang terlalu asyik dengan Jan Ethes?”
“Karena status tersebut saya dinilai telah menghina Presiden Jokowi dan Jan Ethes. Dari mana sisi menghinanya? Itu tulisan satire,” jelas Sucipto dalam sebuah diskusi publik beberapa bulan lalu. (*)
Baca juga: Usai Dilaporkan ke Polda, Pegiat Sosial Gugat Rektor Unnes Rp 5,05 Miliar
editor : ricky fitriyanto