SEMARANG (jatengtoday.com) – Warga terdampak penggusuran di Kampung Tambakrejo, Semarang, menyuarakan keinginannya. Meskipun kini rumahnya telah dihancurkan paksa oleh pemerintah, tetapi mereka hanya meminta untuk dibuatkan hunian sementara di dekat bekas kampungnya.
Hal itu diungkapkan warga saat menghadiri Silaturahmi Gubernur Jateng dengan Warga Tambakrejo, di Gedung Moch Ihsan, Balai Kota Semarang, Minggu (12/5/2019) sore.
Hadir pula dalam kesempatan itu Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi, Wakil Wali Kota Semarang Hevearita G Rahayu, Kepala BBWS Pemali Juwana Rubhan Ruzziyatno, dan beberapa aktivis yang mendampingi warga Tambakrejo.
Ganjar sengaja mengadakan pertemuan tersebut untuk mencari titik terang kedua belah pihak. Apalagi pasca penggusuran yang dilakukan Pemkot melalui ratusan petugas Satpol PP pada Kamis (9/5/2019) lalu, seakan permasalahan kian meruncing.
Namun Ganjar menekankan bahwa pertemuan tersebut tidak untuk membicaraan peristiwa penggusuran, karena itu sudah terjadi. Yang terpenting saat ini adalah solusi terbaik untuk ke depan.
Meski demikian, dalam pertemuan yang sempat berjalan alot tersebut ternyata diketahui bahwa permintaan warga sebenarnya tidak muluk-muluk. Mereka hanya ingin tetap tinggal tak jauh dari lokasi penggusuran, sembari menunggu realisasi janji Pemkot untuk membangunkan Rusunawa di kawasan tersebut.
“Kami minta untuk tetap di lokasi itu, karena pekerjaan kami mayoritas nelayan. Kalau harus tinggal jauh dari lokasi, bagaimana nasib kami,” ujar Rahmadi selaku Ketua RT 05 RW XVI Tambakrejo.
Karena itu, jika Pemkot memberi tawaran untuk pindah ke Rusunawa Kudu, kata Rahmadi itu bukan sebuah solusi. Sebab, dari 97 KK yang masih bertahan, dari dulu memang menolak ke sana karena alasan akses yang terlalu jauh. Hasil kesepakatan mediasi yang pernah difasilitasi oleh Komnas HAM lalu juga untuk menengahi hal itu.
Akhirnya dalam pertemuan itu Pemkot Semarang menuruti permintaan warga. Bahwa bersedia untuk menempati hunian sementara di Kalimati (bekas Kalibanger) yang letaknya tidak jauh dari lokasi penggusuran.
Rahmadi beserta warga lain menyadari bahwa Kalimati saat ini belum diuruk sepenuhnya. Baru sekitar 30 persen. Meskipun sesuai kesepakatan awal (yang dimediasi Komnas HAM) bahwa Pemkot dan BBWS Pemali Juana akan menguruk seluruhnya.
Ia menyayangkan langkah Pemkot melakukan penggusuran karena dinilai telah menghianati kesepakatan. Namun, waktu sudah berlalu. Warga Tambakrejo terpaksa harus menerima kenyataan pahit tersebut.
Menurut Rahmadi, meskipun lokasi Kalimati yang menjadi alternatif relokasi sementara baru diuruk sekitar 30 persen, tetapi itu sudah dirasa cukup untuk menampung 97 KK korban penggusuran.
Hal senada juga diungkapkan Riyanto, warga lain di Tambakrejo. “Kami meminta 30 persen lahan untuk tempat kami tinggal sementara. Sudah itu aja,” ujarnya.
Ganjar mengungkapkan, untuk teknis pembuatan hunian sementara di Kalimati tersebut nantinya akan dikerjakan pihak BBWS Pemali Juana dalam waktu sekitar 5 minggu secara keseluruhan.
Untuk diketahui, Satpol PP Kota Semarang melakukan penggusuran puluhan rumah warga yang dibangun di atas bantaran sungai Banjir Kanal Timur. Penggusuran tersebut sempat ricuh karena warga berupaya mempertahankan rumahnya.
Akibat penggusuran, sebanyak 97 KK kehilangan tempat tinggal. Mereka kini menempati tenda-tenda darurat yang ada di lokasi. (*)
editor : ricky fitriyanto