SLEMAN (jatengtoday.com) – Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Biwara Yuswantana menyebutkan kegiatan siswa-siswi SMPN 1 Turi yang kemudian berujung kecelakaan merupakan kegiatan Pramuka yaitu menyusuri sungai dalam rangka pengenalan alam. Menurutnya kegiatan itu bukan susur sungai dalam pengertian atau tujuan mitigasi bencana.
“Kegiatan susur sungai dalam konteks penanggulangan bencana atau mitigasi bencana harus dilakukan oleh peserta yang sudah dewasa, mempunyai kemampuan pengamanan di air, dilengkapi dengan Alat Pengaman Diri (ADP) dan alat lain yg dibutuhkan,” kata Biwara Yuswantana, Senin (24/2/2020).
Menurut dia, kegiatan pengenalan alam pada dasarnya baik dan tetap bisa dilaksanakan dengan memperhatikan aspek keselamatan seperti cuaca, dan potensi ancaman. “Penanggung jawab kegiatan harus memahami risiko dari kegiatan tersebut untuk diantisipasi, dan ada pendamping yang kompeten,” tegasnya.
Sebelumnya, Wakil Kepala (Waka) Polda DIY Brigjen Polisi Karyoto menyebut tersangka dalam insiden kecelakaan sungai SMPN 1 Turi berinisial IYA yang saat ini telah ditahan di Polres Sleman diketahui tidak menguasai manajemen risiko dalam melakukan kegiatan susur sungai. Tersangka merupakan pembina pramuka dan guru olahraga di sekolah tersebut.
“Tersangka ini melakukan kelalaian, karena yang bersangkutan tidak menguasai manajemen risiko dalam kegiatan susur sungai,” kata Wakapolda DIY Brigjen Polisi Karyoto di Rumah Sakit Bhayangkara Polda DIY, Minggu.
Menurut dia, seharusnya sebelum melakukan kegiatan susur sungai ada menajemen risiko, namun tersangka tidak melakukan hal tersebut. Ia mengatakan, pemandu kegiatan susur sungai wajib memiliki wawasan yang lebih tentang manajemen bahaya.
“Dalam hal ini seharusnya disiapkan alat pengamanan yang cukup, pemandu yang profesional, pelampung, dan piranti keamanan lainnya. Dalam insiden ini dia tidak mempertimbangkan bahaya yang timbul,” katanya.
Apalagi, kata dia, dalam insiden tersebut jumlah siswa yang ikut susur sungai mencapai 250 siswa, dan pembina atau pemandu yang diturunkan hanya enam orang. “Susur sungai merupakan yang cukup berat, seharusnya anak seusia SMP untuk latihan alam bukan berupa susur sungai, cukup kegiatan yang risikonya hanya kelelahan saja,” katanya.
“Mereka ini kan usianya baru sekitar 12 tahun hingga 14 tahun. Secara fisik mereka kan belum begitu kuat untuk melakukan kegiatan susur sungai yang membutuhkan fisik yang kuat,” dia menambahkan.
Tersangka, kata dia, juga lalai tidak memperhatikan kondisi cuaca di sekitar saat akan melakukan kegiatan susur sungai. Selain itu tersangka juga tidak menghiraukan peringatan warga.
Kegiatan susur Sungai Sempor dilakukan pada Jumat (21/2) sore. Ratusan siswa hanyut saat air tiba-tiba meluap. Tujuh siswa ditemukan meninggal dunia tak lama setelah kejadian. Tiga siswa lainnya juga ditemukan tewas pada Sabtu dan Minggu. Seluruh korban meninggal adalah siswa perempuan.
Dalam insiden ini polisi menjerat tersangka yang dinilai lalai dengan Pasal 359 dan 360 KUHP. (ant)
editor : tri wuryono
in Peristiwa