in

“Saya Lihat Anak-anak itu Berjuang untuk Bertahan dari Gempuran Arus”

MBAH Sudiro dan Sudarwanto alias Kodir menyita perhatian di tengah ramai pemberitaan tragedi Sungai Sempor yang merenggut nyawa 10 siswa SMPN 1 Turi. Dua sosok itulah yang berperan mencegah jatuhnya korban jiwa lebih banyak.
Sudiro dan Kodir dengan cekatan menolong siswa SMPN 1 Turi yang hanyut saat mengikuti kegiatan susur Sungai Sempor pada 21 Februari. Berkat aksi heroik tersebut, mereka diganjar penghargaan dari Kementerian Sosial pada Selasa (25/2/2020).
“Sangat berat menerima, karena yang kerja bukan hanya saya, tapi masyarakat semua. Kebetulan yang tercatat saya sama Mas Kodir,” kata Mbah Sudiro usai menerima penghargaan di Sleman.
“Untuk itu, uang penghargaan yang kami terima akan dibagikan kepada warga yang ikut membantu,” katanya.
Mbah Sudiro berencana membagikan sebagian uang penghargaan senilai Rp 10 juta dari Kementerian Sosial kepada warga yang ikut menolong siswa SMPN 1 Turi yang hanyut di Sungai Sempor dan memberikan sebagian untuk kas Rukun Tetangga di tempat tinggalnya.
“Ini nanti saya bagikan dan saya sumbangkan untuk membangun masjid,” katanya.
Sebagaimana Mbah Sudiro, Kodir mengaku tidak sanggup menerima penghargaan sendiri. “Enggak sanggup saya sebenarnya menerima ini. Niatnya kan karena kemanusiaan,” kata dia.
Kisah heroik penyelamatan yang dilakukan oleh Kodir dan Mbah Sudiro menjadi sorotan publik dan media massa.
Bersihkan Makam
Mbah Sudiro yang usianya sudah 72 tahun rela turun ke sungai untuk menolong siswa SMPN Turi yang hanyut di Sungai Sempor saat mengikuti kegiatan susur sungai. Saat itu dia sedang membersihkan makam ketika mendengar teriakan siswa dari kejauhan.
Semula dia menyangka itu suara anak-anak yang sedang bercanda, namun kemudian meminta anaknya mendatangi asal teriakan tersebut. Tak berapa lama, anak Mbah Sudiro mengatakan bahwa suara itu merupakan teriakan anak-anak yang hanyut di sungai.
“Saya baru membersihkan makam. Saya sudah mau memperingatkan mereka agar naik saja karena cuaca tidak mendukung. Lalu sudah dengar anak-anak minta tolong. Anak saya langsung menghampiri, katanya anak-anak kintir (hanyut),” kata Mbah Sudiro.
Dia kemudian langsung menuju Sungai Sempor dan berjumpa dengan Darwanto, yang sudah lebih dulu menolong anak-anak yang hanyut di sungai.
“Saya langsung ikut membantu mengevakuasi dengan merangkul anak-anak ke tepi sungai. Saya gendong beberapa siswa yang sudah tak berdaya. Saat itu arusnya memang cukup deras. Mungkin daerah atas sudah hujan deras, dan tiba-tiba air langsung tinggi. Itu yang membuat anak-anak terbawa arus. Ya cuma membantu sebisa saya saja. Ada yang cuma dipegangi saja, ada yang digendong,” katanya.
Dalam upaya penyelamatan tersebut, Sudiro mengaku sempat ikut terbawa arus sungai namun bisa bertahan setelah berpijak pada batu dan berpegangan pada tangga panjang yang dia bawa.
“Saya sempat ikut hanyut, anak masih di punggung saya. Saya bisa pegangan, tetapi karena batu licin, jadi terpeleset, kaki kena luka,” katanya.
Spontan
Darwanto alias Kodir baru berjalan 100 meter untuk memancing di Sungai Sempor saat mendengar jeritan bersahut-sahutan anak-anak.
“Mereka teriak meminta tolong. Seketika itu, saya membuang joran lalu berlari kencang menuju sumber suara. Teriakan kian jelas terdengar manakala tiba di atas tebing setinggi kisaran tiga meter dengan dasar sungai,” katanya.
Dari tebing setinggi tiga meter itu, tanpa berpikir panjang Kodir menceburkan diri ke sungai untuk menyelamatkan siswa SMPN 1 Turi yang hanyut.
“Saya melihat anak-anak itu berjuang untuk bertahan dari gempuran arus. Langsung nyebur sungai untuk menolong mereka,” katanya.
Kodir menuturkan bahwa saat itu dia hanya berpikir untuk meraih satu per satu anak yang hanyut dan membawanya ke pinggir sungai. Siswa-siswi yang sedang memegang batu di tengah ia prioritaskan.
“Ada lebih dari 20 anak saya evakuasi. Enam di antaranya sudah lemas. Mereka mayoritas perempuan. Mereka histeris dan menangis,” katanya.
Kodir tidak sendirian. Adiknya, Tri Nugroho, juga membantu anak-anak yang tengah berpegangan pada dinding tebing di pinggir sungai agar tidak hanyut.
Setelah semua anak berada di atas tebing, Kodir meminjam tangga bambu dari warga yang tinggal tidak jauh dari tempat itu.
“Saya menyeberangkan mereka ke jalur yang memungkinkan untuk dilalui,” kata Kodir, yang selama sekitar tiga jam menolong anak-anak yang terhanyut di sungai.
Tiga Tersangka
Polisi sudah menetapkan tiga tersangka dalam kasus tersebut. Wakil Kapolres Sleman Kompol M Akbar Bantilan mengatakan tiga tersangka insiden kecelakaan sungai SMPN 1 Turi baik IYA, R (58), maupun DDS (58) merupakan pemilik ide kegiatan sekaligus penentu tempat susur sungai berlangsung.

Tiga tersangka insiden kecelakaan sungai SMPN 1 Turi berinisial IYA (36) , R (58), dan DDS (58) dihadirkan saat jumpa pers di Mapolres Sleman, Selasa. ANTARA/Luqman Hakim

Namun demikian, menurut Akbar, ketiganya justru tidak ikut mendampingi ratusan siswa turun ke sungai.
“Ide lokasi, ide meyakinkan semuanya ada pada ketiga orang ini, terutama IYA. Tapi justru yang bersangkutan malah tidak ikut turun,” kata dia, Selasa (25/2/2020).
Selain tidak ikut mendampingi di sungai, menurut dia, IYA bahkan meninggalkan lokasi kegiatan karena ada suatu keperluan dan membiarkan siswa-siswi hanya didampingi empat pembina lainnya.
IYA baru kembali saat banjir bandang menerpa para siswa di sungai, lantas bergabung melalukan pertolongan bersama pembina lainnya.
Baik IYA, R, maupun DDS dijerat dengan Pasal 359 KUHP karena kelalaiannya yang menyebabkan orang lain meninggal dunia dan Pasal 360 karena kelalaiannya yang menyebabkan orang luka-luka dengan ancaman hukuman penjara 5 tahun. (ant)
editor : tri wuryono