SEMARANG (jatengtoday.com) – Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang bersama DPRD Kota Semarang telah menyelesaikan revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kota Lama.
Dengan begitu, revisi Perda tersebut siap disahkan. “Kami telah menyelesaikan revisi Perda Nomor 8 Tahun 2003 tentang RTBL Kota Lama,” ujar Ketua Pansus RTBL Kota Lama Suharsono, Selasa (4/2/2020).
Dijelaskannya, ada beberapa hal yang dibahas dalam Perda yang baru tersebut. Di antaranya adalah soal visi Kota Lama yang akan menjadi warisan dunia. “Kami punya visi mewujudkan situs Kota Lama menuju kota warisan dunia. Untuk mewujudkan visi tersebut, maka diperlukan sejumlah langkah yang harus dilakukan,” katanya.
Pertama, kata Suharsono, melindungi aset-aset bangunan, infrastruktur bersejarah dan lingkungannya. Kedua, menyusun dan menerapkan peraturan dan kebijakan dalam pengelolaan situs Kota Lama. “Ketiga, memanfaatkan potensi lingkungan, ekonomi, sosial budaya di Kota Lama sebagai modal awal dan motor penggeraknya,” imbuhnya.
Selain itu juga dibahas mengenai perluasan kawasan Kota Lama. Terdapat perubahan luasan. Jika pada Perda lama luasan Kota Lama adalah 42 hektar, di Perda yang baru ini luasnya menjadi 72,3 hektar. “Perda baru ini kawasan Kota Lama dibagi dua zona, yakni zona inti seluas 25,277 hektar dan zona penyangga seluas 47,081 hektar,” terang dia.
Sedangkan batas zona inti meliputi sebelah utara adalah Jalan Merak, sebelah selatan Jalan Sendowo, sebelah barat adalah Kali Semarang dan sebelah timur adalah Jalan Cendrawasih. ”Untuk zona penyangga adalah batas di luar zona inti sampai dengan batas perencanaan,” tandasnya.
Plt Kepala Dinas Tata Ruang (Distaru) Kota Semarang, M Irwansyah, sebelumnya mengatakan terkait penataan Kota Lama masih banyak pekerjaan rumah (PR) yang belum digarap. Terkait pembangunan Kampung Melayu, Kampung Pecinan, Kampung Kauman, pihaknya sedang menyiapkan Detail Engineering Design (DED).
“Mengenai anggaran, bisa dari pemerintah daerah, pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat, dan pemilik bangunan. Sambil jalan, kami upayakan untuk mencari anggaran. Seperti halnya pembangunan kawasan Kota Lama yang membutuhkan biaya cukup besar bisa dilaksanakan,” ujar dia.
Tidak hanya itu, lanjut dia, termasuk keberadaan benteng kuno di Kota Lama. Benteng tersebut akan dilakukan ekskavasi. “Di titik-titik tertentu nanti diperlihatkan. Tidak digali secara keseluruhan. Salah satunya struktur ujung benteng akan diperlihatkan dijadikan museum, yakni di daerah Bubakan,” katanya.
Posisi benteng tersebut saat ini terpendam di dalam tanah di kedalaman kurang lebih 1-2 meter. Terpendamnya benteng di Kota Lama ini tak terlepas dari adanya pengembangan infrastruktur transportasi kereta api Stasiun Tawang di era Belanda.
“Pihak BPCB juga akan melakukan kajian lagi. Yang jelas, prinsipnya dalam pembangunan kota tidak boleh ada suatu wilayah yang bangunannya tidak berfungsi, bermanfaat, ataupun berdayaguna. Bangunan cagar budaya setelah dirawat juga akan menjadi potensi yang lebih produktif,” ungkapnya. (*)
editor: ricky fitriyanto