SEMARANG (jatengtoday.com) – Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mulai melanjutkan aktivitas pembangunan yang sempat tertunda akibat pandemi.
Salah satunya pembangunan Kampung Nelayan Tambakrejo, Tambaklorok. Sedikitnya ada 97 rumah deret akan dibangun di sepanjang wilayah Kalimati, Kelurahan Tanjung Emas, Kecamatan Semarang Utara.
Rumah deret tersebut nantinya diperuntukkan bagi warga Tambakrejo di wilayah tersebut yang terkena dampak penggusuran normalisasi Sungai Banjir Kanal Timur (BKT) pada 2019 lalu. Mereka saat ini masih tinggal di hunian sementara (huntara).
Secara resmi, “ground breaking” pembangunan Kampung Nelayan berupa rumah deret tersebut telah dilakukan oleh Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi, Selasa (7/7/2020). “Ditargetkan selesai pada awal Desember tahun 2020 ini,” kata Hendi sapaan akrab orang nomor satu di Kota Semarang itu.
Pihaknya mengaku berkomitmen memperkecil konflik akibat dampak pembangunan di Ibu Kota Jawa Tengah ini. Salah satunya dengan mencari solusi terbaik. Dia berharap rumah deret tersebut menjadi Kampung Nelayan dan hunian yang nyaman bagi warga Tambakrejo. “Kami ingin pembangunan Kampung Nelayan Tambakrejo ini dapat dilakukan dengan baik, agar menjadi contoh project-project lainnya jika memerlukan relokasi,” katanya.
Menurut Hendi, relokasi tidak selalu berdampak buruk. Namun apabila dilakukan penanganan secara baik justru dapat memberikan manfaat. “Lingkungannya menjadi lebih sehat, serta rezeki yang lebih banyak bagi warga,” ungkapnya.
Hendi menceritakan bahwa penentuan lokasi rumah deret di kawasan eks Kalimati diambil dari hasil diskusi dengan warga. Alasannya, hunian tersebut memiliki akses dengan tempat kerjanya sebagai nelayan. “Warga masyarakat menginginkan jika pemukiman yang dibangun nantinya supaya tidak jauh-jauh dengan lokasi mata pencaharian mereka sebagai nelayan,” katanya.
Lebih lanjut, pembangunan ini juga menjadi salah satu upaya penanganan rob dan banjir di kawasan Semarang Timur, di antaranya termasuk normalisasi lima sungai besar meliputi Kali Tenggang, Kali Sringin, Kali Babon, Kali Banger, serta Banjir Kanal Timur. Dalam setiap pembangunan hampir bisa dipastikan memiliki proses panjang disertai berbagai konflik dan perdebatan yang cukup alot.
“Proses panjang sebagai upaya penataan Kota Semarang ini dilakukan sejak tahun 2015, ini untuk kepentingan besar masyarakat Kota Semarang,” tandasnya.
Hendi mengapresiasi permasalahan relokasi warga di Tambakrejo ini telah membuahkan kesepakatan. “Kegigihan dan komunikasi aktif yang tak pernah putus. Komunikasi yang kemudian ditindaklanjuti dengan koordinasi dengan kementerian PU inilah yang akhirnya melahirkan izin untuk melaksanakan pembangunan di area bantaran dengan perjanjian ke depannya,” katanya.
Dia juga meminta agar warga untuk terus menjaga komunikasi dengan Pemkot Semarang. “Saat nantinya kawasan diperlukan untuk kegiatan penting, maka komunikasi kembali pada warga dapat dilakukan,” katanya. (*)
editor: ricky fitriyanto