in

Patok Biaya PTSL Sejuta per Bidang, Staf Kelurahan Tegalsari Dituntut 18 Bulan

SEMARANG (jatengtoday.com) – Jaksa Kejari Kota Tegal menjatuhkan tuntutan pidana terhadap Taryanto, mantan staf Kelurahan Tegalsari, Kota Tegal. Dia didakwa melakukan korupsi Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

“Menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara, dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan,” ujar jaksa Wiwin Deddy Winardi dalam amarnya.

Terdakwa Taryanto juga dituntut pidana denda sebesar Rp 100.000.000, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.

Selain itu, terdakwa diwajibkan mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 38.280.000. Apabila tidak, hukumannya ditambah selama 6 bulan penjara.

Tuntutan tersebut dibacakan jaksa pada sidang pekan lalu dengan disaksikan majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang. Sidang akan dilanjutkan dengan agenda pembacaan pembelaan (pledoi).

Kronologi Kasus

Sebelumnya, jaksa mengungkapkan, kasus ini bermula saat Kelurahan Tegalsari mendapat program percepatan sertifikasi tanah atau PTSL pada 2017 silam. Kemudian pada bulan Juni diadakan pertemuan di pendopo kelurahan.

BPN memberi sosialisasi bahwa PTSL terdiri dari beberapa tahapan, mulai penyuluhan, pendataan, pengukuran, hingga pembangian sertifikat.

Pasca pertemuan itu, terdakwa Taryanto sebagai staf kelurahan sekaligus Panitia PTSL (Pokmas) kemudian mengkoordinir kepanitiaan. Selanjutnya ia mengusulkan biaya sertifikasi sebesar Rp 1,3 juta per bidang tanah.

Akan tetapi usulan terdakwa ditolak dengan alasan terlalu mahal. Lalu dirumuskan lagi oleh terdakwa dengan nominal yang lebih rendah, yakni Rp 957 ribu.

Baca juga: Biaya PTSL di Kelurahan Tegalsari Capai Rp 957 Ribu per Bidang, Uangnya Digelapkan Panitia

Rinciannya untuk pembuatan patok Rp 100 ribu, pemberkasan dokumen Rp 600 ribu, materai Rp 7 ribu, transport Rp 100 ribu, serta biaya makan snack Rp 150 ribu.

Berdasarkan surat edaran Gubernur Jawa Tengah, apabila ada kekurangan biaya PTSL dapat dilakukan pungutan dengan syarat ada rembug warga dan biaya yang wajar.

“Lantas terdakwa mengatakan, siapapun yang tidak bersedia membayar Rp 957 ribu maka sertifikat tidak akan diproses. Hingga para pemohon terpaksa membayar uang sejumlah tersebut,” jelasnya.

Atas tarif itu, Bendahara Pokmas kemudian menerima lebih dari Rp 50 juta atas 44 orang pemohon PTSL. Terdakwa sendiri telah menerima Rp 38,2 juta dari 40 pemohon.

“Bahwa uang yang diterima terdakwa sebesar Rp 38,2 juta telah digunakan untuk biaya anaknya, membayar hutang, serta keperluan terdakwa sendiri,” beber Wiwin.

Akibat perbuatan itu, terdakwa dijerat Pasal 12 huruf e, Pasal 8, dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana. (*)

 

editor: ricky fitriyanto 

 

Baihaqi Annizar