SEMARANG (jatengtoday.com) – Beberapa orang tua siswa di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 03 Sendangmulyo, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, mengeluhkan adanya banyak pungutan yang dibebankan kepada siswa SD. Pungutan tersebut di antara iuran pembangunan gapura, iuran pembelian AC, dan pembelian seragam olahraga dan batik.
Banyaknya pungutan tersebut dinilai membebani orang tua siswa karena harus merogoh kocek secara berkelanjutan. Padahal sekolah tersebut merupakan sekolah negeri yang seharusnya diback up menggunakan dana APBD Kota Semarang. Mereka berdalih, pungutan tersebut untuk kebutuhan fasilitas dan kenyamanan sekolah yang dinikmati siswa.
“Kami hanya mengeluhkan banyaknya pungutan dari pihak sekolah. Siswa baru, yakni kelas satu dibebankan uang pembangunan, uang seragam untuk batik dan olahraga. Sedangkan untuk kelas tiga dibebankan uang pembelian AC,” kata salah satu orang tua siswa, berinisial DA, saat mengadu kepada wartawan, Kamis (16/8).
Pungutan atau iuran tersebut disampaikan melalui rapat dengan mengundang orang tua. Pihak sekolah menyampaikan adanya kebutuhan pembangunan seperti pembangunan gapura, dan pengadaan AC untuk ruang komputer.
“Kelas satu ada tiga kelas, yakni A-C, dengan alasan muridnya sedikit, jadi iuran pembangunannya ditentukan senilai Rp 265 ribu per-anak. Bisa dicicil hingga September,” katanya.
Menurut penjelasan pihak sekolah, lanjut DA, uang iuran kelas 1 untuk pembangunan pagar gapura, ngecat, pembelian papan tulis dan instalasi membutuhkan uang Rp 23 juta. “Padahal, gapura dan kamar mandi bertahun-tahun baru rampung, per kenaikan kelas dimintai iuran. Sekolah sini kebanyakan iuran. Belum lagi uang buat bayar seragam. Seragam olahraga dan batik harus membayar Rp 350 ribu. Sekolah bilang, ada uang, ada barang. Jadi yang enggak mampu bayar, terpaksa pakai baju TK,” katanya.
Sedangkan untuk kelas tiga membutuhkan Rp 8 juta untuk pembelian dua AC dibagi empat kelas, yakni A-D. “Katanya sukarela, tapi agak memaksa. Sukarela, tapi nominalnya ditentukan lho. Saya sengaja tidak mau bayar, menunggu mereka menagih saja,” keluhnya.
Kepala SDN 03 Sendangmulyo, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, Agus Pramono, saat dikonfirmasi membantah bahwa di sekolahnya tidak ada pungutan. “(Kalau ada pungutan) Kepala sekolahnya gila apa? Tidak ada pungutan uang gedung,” tegasnya.
Namun ia membenarkan adanya uang sukarela. Uang tersebut untuk pembelian AC dan pembangunan gapura. “Pengadaan atau pembelian AC, benar. Jadi begini, untuk kelas 1, kami membangun gapura. Itu sudah jadi, bukan bantuan pemerintah. Itu (bantuan) kelas (satu) yang dulu. Nah, gapura itu kan belum ada pagarnya. Kami rapatkan, paguyuban orang tua murid membantu sukarela,’ katanya.
Sebelumnya telah dilakukan rapat bersama pihak komite dan paguyuban orang tua siswa. “Mereka menyadari waktu di rapat, karena selama 6 tahun tidak bayar, dicover (dana) BOS. Kalau cuma duit Rp 100 ribu saya kira mampu, ikhlas lah. Pagernya biar ketutup gitu lho, demi anak-anaknya juga kan,” katanya.
Bantuan sukarela dari orang tua siswa itu bersifat tidak mengikat dan tidak ada surat edaran. “Tidak melewati sekolah. Kami hanya menyampaikan kepada komite. Yang memimpin rapat Pak Hanif, Ketua Komite. Nominalnya hanya Rp 100 ribu. Itupun hanya untuk yang mampu, kalau tidak mampu ya dibantu doa saja,” katanya.
Sedangkan untuk iuran kelas tiga, Agus menjelaskan awal mulanya. “Jadi, kami mendapatkan bantuan sebanyak 21 komputer. Namanya lab kan butuh AC. Nah, paguyuban orangtua siswa menyatakan biar kami yang bertanggungjawab. Tapi bukan hanya kelas tiga, itu salah. Misalnya kelas tiga dapat Rp 500 ribu, kelas empat dapat Rp 600 ribu dan seterusnya. Kebutuhan kami dua AC biar ‘disonggo’ mulai dari kelas dua hingga kelas enam. Tapi itu belum terwujud,” katanya.
Dua AC ukuran 1,5 PK tersebut membutuhkan kurang lebih Rp 8 juta. “Sukarela juga. Yang sudah sosialisasi baru kelas tiga. Tapi kami tidak memaksa. Tidak ada pengkondisian. Seandainya tidak menyumbang juga tidak apa-apa. Umpama tidak dibelikan AC juga nggak papa, lhawong demi anak-anak dia (orang tua siswa, Red) kan begitu. Menurut saya biar anak nyaman, kalau bisa diegohkan (untuk pembelian) AC,” katanya.
Ia justru menilai, keberadaan paguyuban orang tua siswa sangat membantu proses belajar mengajar di sekolah tersebut. “Tiap kelas ada paguyuban orang tua siswa, ada ketua, sekretaris dan bendahara. Itu menjembatani antara sekolah dan orang tua. Kadang ada kegiatan field trip dan sebagainya. Itu memudahkan kami.
Nah, yang merencanakan (sumbangan) seperti itu paguyuban. Sekarang ini kan memang ada sekolah yang melibatkan orang tua, program kelas parenting lebih digalakkan. Jadi orang tua bekerjasama nge-cat sekolahan, pasang korden sekolahan, ini sudah wajar,” katanya.
Senada, Ketua Komite SDN 03 Sendangmulyo, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, Hanif juga mengatakan tidak ada pungutan apapun. “Pembangunan gapura itu memang hasil sumbangan sejak bertahun-tahun lalu, tapi masih kurang. Komite tetap menyampaikan ke semua orang tua siswa, kalau yang mau nyumbang dipersilakan nyumbang. Gitu aja. Jadi tidak ada pungutan,” katanya.
Hal tersebut merupakan inisiatif paguyuban orang tua siswa dan komite. “Kami nyumbang seikhlasnya untuk kebutuhan sekolah. Karena anggaran itu nggak boleh dimintakan ke Pemkot Semarang. Akhirnya orang tua siswa mengumpulkan uang sejak tiga tahun lalu untuk membangun gapura. Itu belum selesai. Makanya kami minta orang tua yang mau menyumbang dipersilakan, tidak ada pungutan,” katanya. (*)
editor : ricky fitriyanto