SEMARANG (jatengtoday.com) – Wakil Ketua DPR RI nonaktif Taufik Kurniawan, terdakwa kasus suap pelolosan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Kebumen dan Purbalingga, meminta dibebaskan dari segala tuntutan. Sebab, dia mengaku, tidak menikmati uang suap sepeserpun.
Hal itu disampaikan Taufik melalui kuasa hukumnya, Deni Bakri saat menjalani sidang pembelaan (pledoi) di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (1/6/2019).
Menurutnya, semua tuntutan Jaksa KPK tidak relevan dengan fakta persidangan. “Terdakwa Taufik tidak menikmati satu persen pun hasil dari uang suap sebagaimana yang didakwakan,” jelas Deni di hadapan ketua majelis hakim Antonius Widijantono.
Sesuai dakwaan, Taufik disebut telah menerima suap senilai Rp 3,65 miliar dari Bupati Kebumen Muhamad Yahya Fuad (diproses dalam perkara terpisah dan telah berkekuatan hukum tetap). Uang itu merupakan fee atas proyek DAK yang telah dibantu diloloskannya, yakni sebesar 5 persen.
Meskipun begitu, ia tetap menampik uang yang diberikan Yahya Fuad melalui politikus PAN Rachmad Sugiyanto. “Uang tersebut sepenuhnya untuk kepentingan partai,” tegas Deni.
Selain menampik fakta sidang kasus DAK Kebumen, Taufik juga menolak BAP yang muncul dalam kasus suap DAK Purbalingga. Berdasarkan dakwaan, Taufik telah menerima suap Rp 1,2 miliar dari Bupati Purbalingga Tasdi yang diberikan melalui Ketua DPW PAN Jateng Wahyu Kristianto.
“Terdakwa Taufik tidak pernah meminta fee ke Bupati Kebumen. Justru Wahyu Kristianto sendiri yang meminta fee dengan mengatasnamakan terdakwa,” imbuhnya.
Kuasa hukum terdakwa secara berulang menegaskan kliennya tidak tahu menahu soal permintaan fee 5 persen atas pelolosan DAK Purbalingga. “Seluruhnya diurus oleh Wahyu Kristianto. Uang yang diterimanya dari Wahyu sepengetahuan terdakwa juga atas dasar pengembalian utang, karena Wahyu saat itu sedang hutang,” ucap Deni.
Sementara itu, Eva Yustisiana selaku Jaksa KPK saat ditemui usai persidangan mengaku tak kaget dengan pledoi terdakwa. Namun, jaksa meyakini bahwa sebagian besar pledoinyalah yang tidak sesuai dengan fakta persidangan selama ini.
Salah satunya terkait pemberian uang dari Wahyu. “Pak Wahyu itu tidak pernah ngomong kalau uang yang dia serahkan adalah uang pinjangan dia ke Taufik. Ada juga fakta pendukung dari keterangan Haris Fikri selaku perantara penerima uang itu,” tegasnya.
Saat itu, kata Eva, Haris Fikri sama sekali tidak mendapat keterangan bahwa uang itu merupakan uang pengembalian hutang. “Jadi seandainya kuasa hukum terdakwa membantah soal itu, maka jelas keliru. Semua itu hanya asumsi pihak terdakwa,” bebernya.
Untuk diketahui, sebelumnya Jaksa KPK menuntut terdakwa Taufik dengan pidana penjara 8 tahun dan pidana denda sebesar Rp 200 juta subsider 6 bulan. Selain itu, Taufik juga dituntut pencabutan hak politik selama 5 tahun.
Terdakwa dinyatakan terbukti melanggar Pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke KUHP sebagaimana dalam dakwaan primer. (*)
editor : ricky fitriyanto