in

Menggali Makna Simbol Sedulur Papat Lima Pancer dalam Pendaftaran Marsono ke KPU

Marsono mendaftarkan diri di KPU Boyolali, mengangkat filosofi Jawa Sedulur Papat Lima Pancer dalam kampanye.

Marsono dan Saifulhaq Mayyazi, didampingi ribuan pendukung, mendaftar sebagai calon Bupati Boyolali di KPU pada 29 Agustus 2024, mengusung simbol Sedulur Papat Lima Pancer untuk mengintegrasikan nilai budaya Jawa dalam politik.

Tanggal 29 Agustus 2024 menjadi hari yang penuh warna di Boyolali. Marsono dan pasangannya, Saifulhaq Mayyazi, melangkah pasti menuju Komisi Pemilihan Umum (KPU) Boyolali untuk mendaftarkan diri sebagai calon Bupati dan Wakil Bupati. Dengan diiringi oleh ribuan pendukung, arak-arakan ini bukan sekadar formalitas politik, tetapi sebuah perayaan budaya.

Dalam pendaftaran Marsono sebagai calon Bupati Boyolali di Komisi Pemilihan Umum (KPU), penggunaan simbol Sedulur Papat Lima Pancer menjadi sorotan penting. Simbol ini bukan hanya sekadar penghias acara, melainkan mencerminkan filosofi mendalam yang mengisyaratkan pandangan hidup dan visi politik Marsono. Untuk memahami kedalaman makna simbol ini, kita perlu menelusuri jejak perjalanan Marsono dan keterkaitannya dengan tradisi Jawa.

Sedulur Papat Lima Pancer adalah konsep spiritual yang mengakar dalam budaya Jawa, menggambarkan empat saudara yang selalu mendampingi manusia sejak lahir. Keempat saudara ini diwakili oleh elemen alam: air, api, angin, dan tanah, yang melambangkan aspek penting dalam kehidupan manusia. Pancer, yang berarti pusat, adalah diri kita sendiri, dikelilingi oleh keempat elemen tersebut.

Dalam konteks politik, penggunaan simbol ini oleh Marsono menandakan upaya untuk menyeimbangkan harmoni dalam kepemimpinan. Ini mengisyaratkan bahwa setiap kebijakan harus mempertimbangkan berbagai aspek kehidupan dan melibatkan seluruh elemen masyarakat. “Sedulur Papat Lima Pancer adalah filosofi yang mengingatkan kita tentang pentingnya keseimbangan dalam kehidupan. Dalam kepemimpinan, saya berkomitmen untuk melibatkan semua elemen masyarakat demi mencapai kesejahteraan bersama. Ini bukan hanya tentang politik, tetapi tentang menjaga harmoni,” ujar Marsono.

Saat momen pendaftaran ke KPU, Marsono mengintegrasikan simbol ini dalam arak-arakan menuju kantor KPU. Rombongan tersebut tidak hanya membawa bendera partai, tetapi juga simbol-simbol tradisional seperti wayang punokawan, yang dikenal bijaksana dan menghibur, serta Sedulur Papat Lima Pancer. Ini menunjukkan bahwa Marsono berkomitmen untuk memadukan nilai-nilai tradisional dengan semangat modernitas dalam setiap langkah kampanyenya.

Integrasi simbol ini tidak hanya memberikan warna pada kampanye, tetapi juga mengirimkan pesan kuat tentang inklusivitas dan keseimbangan. Dalam politik modern yang sering kali berfokus pada kekuasaan dan pengaruh, mengangkat simbol tradisional seperti Sedulur Papat Lima Pancer menunjukkan bahwa Marsono menghargai akar budaya dan spiritualitas, serta berkomitmen untuk menerapkannya dalam kepemimpinan.

Lahir pada 8 Mei 1973 di Boyolali, Marsono memiliki latar belakang yang kuat dalam dunia politik dan hukum. Sebagai lulusan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Marsono membekali dirinya dengan pemahaman mendalam tentang tata kelola pemerintahan. Karier politiknya dimulai sebagai anggota DPRD Boyolali, hingga ia dipercaya menjabat sebagai Ketua DPRD Boyolali periode 2019-2024, menggantikan S Paryanto.

Pengalaman dan dedikasinya dalam memimpin DPRD Boyolali menjadi fondasi kuat bagi Marsono untuk maju sebagai calon Bupati. Keputusan untuk mundur dari jabatannya di DPRD periode 2024-2029 menunjukkan tekadnya yang bulat untuk fokus pada Pilkada dan membawa perubahan signifikan bagi Boyolali. “Kami ingin Boyolali tidak hanya maju, tetapi juga berakar kuat pada tradisi dan nilai-nilai kita,” lanjut Marsono.

Bagi masyarakat Boyolali, penggunaan simbol ini dalam pendaftaran Marsono membawa makna penting. Pertama, ini menunjukkan bahwa Marsono menghormati tradisi dan nilai-nilai lokal. Kedua, simbol ini mengingatkan bahwa setiap individu memiliki peran penting dalam menentukan arah pembangunan.

Sedulur Papat Lima Pancer berfungsi sebagai pengingat bahwa kesejahteraan dicapai dengan harmoni dan keseimbangan antara berbagai elemen masyarakat. Marsono berkomitmen untuk menjadikan seni dan budaya sebagai pilar pembangunan, serta sarana untuk memperkuat identitas dan kebanggaan lokal. Dukungan dari partai-partai besar seperti PDIP, PKS, dan PPP, serta berbagai elemen masyarakat, memberikan kekuatan tambahan bagi Marsono dalam Pilkada ini.

Penggunaan simbol Sedulur Papat Lima Pancer dalam pendaftaran Marsono ke KPU menandakan integrasi nilai-nilai tradisional dalam politik modern. Ini mencerminkan strategi kampanye Marsono yang berfokus tidak hanya pada kekuasaan, tetapi juga pada nilai-nilai mendasar masyarakat dan budaya Jawa. Bagi Marsono, ini adalah panduan dalam menjalankan visi dan misinya untuk Boyolali yang sejahtera dan berbudaya, serta mengingatkan masyarakat akan pentingnya harmoni dalam kehidupan. Sebagai pengamat politik, penggunaan simbol ini menunjukkan kedalaman strategi kampanye Marsono yang tidak hanya berfokus pada kekuasaan, tetapi juga pada nilai-nilai yang mendasari masyarakat dan budaya Jawa.

Redaksi Jateng Today