SEMARANG (jatengtoday.com) – Fenomena remaja yang mabuk dengan minum air rebusan pembalut sedang hangat diperbincangkan. Di Jateng hal itu dijumpai pada remaja di beberapa kota seperti Grobogan, Kudus, Pati, Rembang, hingga Kota Semarang bagian timur.
Mantan pengguna NAPZA, Tony Hendriyanto mengaku geli ketika mendengar kabar itu. Meski dulunya pengguna heroin, putauw, dan jarum suntik, Tony sempat heran kenapa yang digunakan adalah air rebusan pembalut. Namun dirinya sadar bahwa salah satu karakteristik pecandu itu penasaran dan ingin coba-coba.
“Lika-liku pecandu itu karakternya memang selalu pengen yang lebih daripada yang sudah pernah ia rasakan,” ceritanya saat menghadiri diskusi Hot News on Room “Mabuk Pembalut” yang digelar Forum Wartawan Pemprov-DPRD Jateng (FWPJT) di press room Gubernuran, Senin (12/11/2018).
Dirinya mengatakan, demi menggapai kepuasan, apa pun pernah ia suntikkan ke tubuhnya, seperti metadon, alprazolam, dan sabu. Lebih dari itu, Toni bahkan pernah mencampur antara barang yang satu dengan yang lain melalui media jarum suntik.
“Pernah menyuntikkan putauw tapi rasanya kok kurang, akhirnya di mix lagi dengan obat depresan, di mix lagi dengan ganja, alkohol, baru kemudian ketemu enaknya,” ungkapnya. Tony menduga, anak-anak jalanan juga punya motivasi seperti itu sampai akhirnya merebus pembalut.
Aktivis Pelopor Perubahan Institut, Yvonne Sibuea berpandangan lebih. Menurutnya, fenomena maraknya penggunaan air rebusan pembalut untuk mabuk lebih disebabkan faktor ekonomi, bukan sebatas keinginan coba-coba.
Karena mahalnya harga barang yang dapat memabukkan, membuat remaja, khususnya anak jalanan memilih alternatif lain. Yvonne pernah bertanya kepada para pengguna, jenis alkohol paling murah yang mudah didapat adalah ciu yang dibungkus plastik. Satu bungkus isi satu liter, harganya Rp 10.000.
Harga tersebut mungkin cukup murah bagi kebanyakan orang. Tapi, untuk anak jalanan yang tidak mempunyai penghasilan tetap, itu bisa menjadi pertimbangan lagi karena tak jarang mereka untuk makan pun susah.
Ivonne lalu membandingkannya dengan harga pembalut. Ada jenis pembalut murah yang isi 6 harganya Rp 10.000. Dari kesaksian para pecandu pembalut rebus, dengan dua pembalut saja sudah bisa mabuk. Jadi dengan beli pembalut yang isi 6 bisa dipakai 3 kali mabuk. “Itu lebih murah dari ciu literan tadi,” ucapnya.
Jadi, kata Ivonne, dari sini bisa ditarik kesimpulan. “Betapa harga memengaruhi ketidaksanggupan untuk membeli senyawa psikoaktif yang bisa membuat dia rileks, membuat dia mood-nya bagus, ketika itu Rp 10.000 tidak bisa dijangkau maka akan mencari yang lebih murah,” katanya. (*)
editor : ricky fitriyanto