SURABAYA (jatengtoday.com) – Kabar hoax dan panasnya politik menjelang Pilpres dikhawatirkan menjadi trigger perpecahan bangsa. Padahal, kemajemukan sebenarnya sudah menjadi pondasi Indonesia lewat slogan ‘Bhineka Tunggal Ika’.
“Indonesia terbentuk karena kemajemukan,” ucap Pakar Filsafat, Bernard L Tanya pada Seminar Nasional “Berhukum dalam Bingkai Pancasila” yang diselenggarakan Rumah Pancasila dan Klinik Hukum di Gedung Vidya Loka, Universitas Katolik Darma Cendika (UKDC) Surabaya, Sabtu (10/11/2018).
Dari kacamatanya, bangsa Indonesia yang sudah 73 tahun merdeka, kokoh berdiri sampai sekarang karena kesediaan warganya untuk menerima, merawat dan merayakan kemajemukan. Untuk menjaga kemajemukan tersebut, para founding fathers bangsa ini telah merumuskan nilai-nilai luhur dari aneka kemajemukan tersebut yang disebut Pancasila.
Dicontohkan, beberapa negara yang hingga saat ini terjadi konflik, seperti Suriah ataupun konflik yang terjadi di Irak, karena diterpa isu-isu negatif diantara kelompok warganya. Kemajemukan yang ada tidak dirawat sehingga menimbulkan konflik horizontal berkepanjangan.
Sementara itu, Pendiri Rumah Pancasila dan Klinik Hukum, Yosep Parera, mengatakan Pancasila adalah batu uji semua peraturan perundang-undangan di bawahnya, dari Undang Undang hingga tingkat Perda
“Pancasila itu adalah jantung ukurnya,” kata Yosep yang juga jadi pemateri seminar tersebut.
Cara membaca Pancasila, lanjutnya, sila pertama sebagai modal untuk membaca sila-sila yang lainnya. Misalnya, pemimpin itu harus berwajah manusiawi, seperti dituliskan pada sila kedua Pancasila. Itu berhubungan dengan sila di atasnya yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya, ketika menjadi pemimpin termasuk aparatur penegak hukum, haruslah mencerminkan citra ilahi.
“Ada juga tentang gentlemen agreement, ikatan persatuan di dalam perbedaan,” lanjut Yosep yang juga pendiri Law Office Yosep Parera and Partners ini.
Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV, Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden Republik Indonesia, Binny Buchori, mengatakan untuk merawat kemajemukan yang ada di Indonesia adalah dengan cara toleransi.
“Indonesia ini selalu jadi rujukan tentang toleransi, penghormatan terhadap keberagaman agama,” terangnya.
Sementara itu, Dosen Antropologi Hukum dari UKDC Surabaya, Wahyu Krisnanto, mengatakan Pancasila itu dibuat berdasarkan nilai-nilai dari masyarakat Indonesia yang sudah ada.
Dia mencontohkan bagaimana Suku Tengger di Kawasan Bromo yang sudah mengenal nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan atau kebangsaan, kemasyarakatan hingga keadilan sosial, sebelum Pancasila dirumuskan. Hal senada juga ditemukan di suku-suku lain yang ada di Indonesia. (*)
editor : ricky fitriyanto